Bahwa hujan 'kini' tidak se-satir 'dahulu'
Adalah saya, yang hanya mempunyai daya juang tingkat tinggi dari mimpi. Melihat sekitar bisa menjadi sebuah imaji tersendiri yang sesenggukan. Tidak adil ketika saya membahas usia, ketika itu. Kepada orang disekeliling saya yang banyak pengetahuannya, kadang membuat awan sebagai ruang hidup, pohon sebagai tempat curahan hati, ataupun hujan isyarat tangisan diri.
Mereka bilang saya berlari mencari jati diri - dengan bodohnya, saya bisa bertempur melawan mereka. Saya bilang, jati diri adalah bentuk. Sesuatu yang bisa saya bentuk. Bukankah kita bisa menggambar apa yang kita inginkan dan bukankah kita bisa memakai berbagai pakaian sesuai mood kita?
Namun itu, saya sengaja tidak belajar menelaah jauh tentang pribadi orang lain.
Hanya...
Entah sampai bilangan berapa cinta saya, sesudah sebelumnya...
Sungguh setengah mati, menulis puisi seolah picisan bangsat yang tiada guna. Saya kesulitan hendak merangkai satu-satu alphabet di keyboard ini.
Saya berusaha memungkiri, kini bentuk yang seolah samar dan memudar lebih baik saya buang saja. Saya tidak ingin mendaur ulangnya, biar orang lain sajalah.
Dan siapa yang tau..., hujan pun dapat menjadi hangat dan ceria tidak seperti biasanya...
0 komentar