PERAN MEDIA DAN SIFAT PERCAYA DIRI
Hidup sebagai manusia yang jauh dari kata sempurna, seringnya membuat beberapa orang minder duluan. Contohnya ya aku ini. Gini-gini aku sering merasa enggak pede lho. Karena apa sih yang mau di-pede-in? Muka standart, prestasi enggak ada, hidup juga lempeng doank. Pokoknya urusan pede, aku sering nyerah deh. Belum action tapi udah ngeper. Yah begitulah. Mana sekarang aku jarang tampil di depan banyak orang. Lebih sering nulis skrip dan nulis blog di rumah. Lengkap sudah.
Tahu kok, yang namanya manusia, pasti ada kekurangan dan kelebihan. Orang bisa menutupi kekurangan untuk menonjolkan kelebihan. Namun, orangpun bisa terlalu mikirin kekurangan, padahal ia punya banyak kelebihan. Kedua sikap itu sama-sama wajar. Tergantung sama kebutuhan dan keberanian.
Orang yang percaya diri itu biasanya lebih bisa berbasa-basi. Lebih pinter komunikasi, lebih luwes ngobrol, lebih banyak temen. Sedangkan orang yang pesimis dan tidak percaya diri, yaudah deh biasanya cuma buat lengkap-lengkap aja dalam lingkup pertemanan.
Kasus tidak percaya diri ini LEBIH sering terjadi lantaran alasan fisik. Misal body udah enggak kayak zaman gadis lagi, wajah jerawatan, tubuh pendek, mata minus dan eh ngomong-ngomong kenapa malah jadi curhaaat sih woy, hahaha.
Jadi di sini, aku mau bicara tentang ketidakpercayadirian seseorang karena alasan fisik. Iya fisik.
Well, sebohay Megan Fox dan seseksi Scarlett Johansson aja sempat ngaku enggak pede. Mereka bilang enggak nyangka kalo didaulat jadi duta seksi seantero jagad. Mereka pikir mereka jauh dari kata sempurna. Hellaw mbaknya sehaaat?
Hmmmm baiklah. Orang cantik mah bebas.
Ada dua hal yang lantas aku simpulkan. Mereka sungkan dibilang seksi, dan atau mereka emang merasa kurang sempurna. Standart actress papan atas lah. Demi penggemarnya, apa-apa kan kudu tampak sempurna. Jangan sampai ketahuan cacat dikit aja, nanti bisa jadi bahan bulanan dan haters makin berdatangan. Maklum juga di hollywood sono lebih ketat persaingannya. Banyak paparazzi yang siap mengintai apapun aktivitas selebnya.
Berbicara tentang kesempurnaan sendiri, adalah hal yang sangat mustahil untuk manusia. Memperbaiki fisik tiada habisnya, sampai bingung titik kesempurnaannya dimana. Makanya enggak jarang mereka rela suntik sana suntik sini, operasi biar lebih cantik, jaga penampilan biar tetap dipuji. Demi siapa? Demi riwayat mereka sendiri. Susah emang jadi public figure.
Btw kok sangkut pautin sama public figure sih? Apa hubungannya?
Begini.
Aku inget banget sama sebuah perbincangan bersama temen-temenku kuliah dulu. Biasalah, mahasiswa jurusan televisi dengan basic seni, otak kudu kritis donk, biar nanti enggak kram. LOL.
Kami setuju kalo televisi adalah salah satu faktor yang menciptakan faktor kesempurnaan itu sendiri. Salah satu lho ya, bukan satu-satunya. Karena yang lainnya bisa dari film dan pentas pertunjukkan.
Katakanlah televisi sanggup membentuk tokoh dan sosok yang selama ini ada di impian semata. Kalo selama ini princess bisanya cuma ada di animasi, maka zaman sekarang dipresentasikan lewat sosok Syahrini.
Ya kali dulu media sosial belum seramai ini. Lagian sampai sekarang televisi kan masih merajai media di Indonesia. Enggak setuju? Sok atuh ke desa-desa. Noh sinetronnya Marshanda selalu dipuja.
Televisi berhasil membuat otak kita terpatok bahwa cantik itu Luna Maya, yang cerdas itu Maudy Ayunda, yang anggun itu Raisa, dan tingkat kegantengan maha dewa itu Hamish Daud.
Maksud aku adalah semua yang tampil di layar kaca itu sengaja dibuat sempurna. Kurang mancung pake shading, jerawatan tutup dempul, kurang tinggi pake higheels, Dan yang paling parah, saking menginginkannya sosok sempurna, mending cari talent yang berwajah indo aja deh. Hidung pasti mancung, kulit lebih cerah, tinggi juga semampai. Terdengar renyah ya. Hahaha.
Secara tidak sadar, semua digiring menjadi satu persepsi.
Lho lho gimana caranya?
Ya dengan beberapa program gosip misalnya. Lewat voice over, lewat pembawaan Host, lewat perannya di sinetron atau film, lewat banyak hal yang dikemas dalam sajian yang sangat menghibur buat anda semua. Aha, anda sadar tidak?
Makanya, standart cantik dan ganteng yang dibuat oleh media itu acapkali membuat kita enggak percaya diri. Mau oles dempul sampai mampus juga susah buat nyamain standart cantiknya mereka. Nah, yang kayak gini ini yang mustahil dan bikin enggak sadar diri. Sampai ada kan yang ikut-ikutan gaya seleb, padahal lingkungannya enggak mendukung.
Sekali lagi, kita sering mengalami KRISIS PERCAYA DIRI. Kita lebih sering mengagumi, meniru lalu menjadi orang lain tanpa kita sadari. Iya kita percaya diri bisa tampil bak idola, tapi sebenarnya kita tidak percaya pada diri sendiri. Kita menjadi orang lain yang kita sendiri enggak paham apa faedahnya.
via GIPHY
Lain media sosial lain televisi. Televisi masih ada lah aturannya walopun kontennya kadang enggak mutu. Di dunia televisi pun kita kenal yang namanya jabatan sebagai programming. Semua segmen, alur, quality, semua harus melalui acc-nya. Makanya jangan heran kalo yang ditampilkan di televisi 'yang bagus-bagus' aja. Terlebih acara hiburan. Sudahlah akui saja, fisik sering jadi bahan becandaan. Sedih ya. SAMA.
Media sosial merupakan angin segar bagi para kreatif di dunia. Semua orang bisa menjadi siapa aja. Semua orang bisa tampil dengan penuh percaya diri. Media sosial dengan lantang menjawab segala keangkuhan dari standart yang diciptakan oleh televisi. Enggak perlu muka cuantek buat review produk, enggak perlu badan kekar buat ngomongin kesehatan, enggak perlu acting lebay supaya dapat penggemar.
Jalur khusus ini diciptakan semua orang agar berani tampil bersinar. Semua tergantung pada konten yang kita ciptakan. Enggak lolos audisi Indonesian Idol, bikinlah channel sendiri. Enggak diterima casting film layar lebar, bikin aja webseries. Enggak berani ngomong di depan kamera, ya nulis aja di blog.
Kini semua dimudahkan lewat teknologi. Ya, walopun rata-rata selebgram dan influencer juga punya fisik oke juga sih. Tapi setidaknya, ada sosok lain yang tidak kalah beragamnya kan. Sebut saja sosok Bajindul sebagai Vlogger yang sudah meraup banyak keuntungan. Dia menggunakan ketidaksempurnaannya menjadi konten yang kemudian viral. Gaya yang ndeso plus logat medhok menjadi sudut pandang lain yang enggak kalah asik.
Sah sah aja! Toh enggak ada yang ditutupin. Bahkan dalam suatu wawancara, dia bilang bahwa dia nyangka dan sudah memprediksikan ketenarannya. Alias dia berhasil menciptakan image baru yang terkenal.
Aku sadar banget akan antusiasme orang di era media sosial seperti saat ini. Enggak dapat dipungkiri, bahwa media sosial menciptakan bibit-bibit baru dan mengeksplor bakat yang terpendam. Ada benarnya dan ada baiknya. Orang yang tadinya cuma bermimpi bisa secantik Chelsea Islan dan berharap banyak bisa dapetin Lee Min Ho kini semakin berani unjuk gigi.
Ada yang benar-benar berani pake akun pribadi, ada juga yang masih malu-malu dan cemen dengan akun bodong. Yang terakhir merupakan kepercayaan diri yang tidak percaya diri. Ngapain nutupin diri sendiri? Kayak punya dua kepribadian aja. Sisi lain pengen baik-baik aja, sisi lain pengen komentar pedas. Lhah ngapain enggak pake akun pribadi, kan alasannya pasti enggak mau namanya tercoreng alias namanya kudu baik? Sungguh keajaiban dunia.
via GIPHY
Itulah. Kita emang kudu berhati-hati sama sifat percaya diri. Baik yang timbul dari sejak kecil maupun yang mau enggak mau kudu tampil. Media itu kadang baik, kadang juga bumerang. Kalo enggak hati-hati ya bakalan jadi perang.
Tuntutan fisik yang oke, nantinya akan hilang seiring dengan perubahan arus zaman. Mana sekarang kan lagi gencar-gencarnya skill dan hasil karya. Mau kamu pinter nggambar, pinter nyanyi, pinter make up, pinter masak, semua bisa kamu tunjukkan karena dunia sedang keras kepala. Singkirkan sifat minder tapi kudu pinter.
Yang terpenting adalah, ketika kamu memilih untuk percaya diri, yakinlah kamu sudah menjadi diri sendiri.
Tahu kok, yang namanya manusia, pasti ada kekurangan dan kelebihan. Orang bisa menutupi kekurangan untuk menonjolkan kelebihan. Namun, orangpun bisa terlalu mikirin kekurangan, padahal ia punya banyak kelebihan. Kedua sikap itu sama-sama wajar. Tergantung sama kebutuhan dan keberanian.
Orang yang percaya diri itu biasanya lebih bisa berbasa-basi. Lebih pinter komunikasi, lebih luwes ngobrol, lebih banyak temen. Sedangkan orang yang pesimis dan tidak percaya diri, yaudah deh biasanya cuma buat lengkap-lengkap aja dalam lingkup pertemanan.
Kasus tidak percaya diri ini LEBIH sering terjadi lantaran alasan fisik. Misal body udah enggak kayak zaman gadis lagi, wajah jerawatan, tubuh pendek, mata minus dan eh ngomong-ngomong kenapa malah jadi curhaaat sih woy, hahaha.
Jadi di sini, aku mau bicara tentang ketidakpercayadirian seseorang karena alasan fisik. Iya fisik.
Well, sebohay Megan Fox dan seseksi Scarlett Johansson aja sempat ngaku enggak pede. Mereka bilang enggak nyangka kalo didaulat jadi duta seksi seantero jagad. Mereka pikir mereka jauh dari kata sempurna. Hellaw mbaknya sehaaat?
Hmmmm baiklah. Orang cantik mah bebas.
Ada dua hal yang lantas aku simpulkan. Mereka sungkan dibilang seksi, dan atau mereka emang merasa kurang sempurna. Standart actress papan atas lah. Demi penggemarnya, apa-apa kan kudu tampak sempurna. Jangan sampai ketahuan cacat dikit aja, nanti bisa jadi bahan bulanan dan haters makin berdatangan. Maklum juga di hollywood sono lebih ketat persaingannya. Banyak paparazzi yang siap mengintai apapun aktivitas selebnya.
Berbicara tentang kesempurnaan sendiri, adalah hal yang sangat mustahil untuk manusia. Memperbaiki fisik tiada habisnya, sampai bingung titik kesempurnaannya dimana. Makanya enggak jarang mereka rela suntik sana suntik sini, operasi biar lebih cantik, jaga penampilan biar tetap dipuji. Demi siapa? Demi riwayat mereka sendiri. Susah emang jadi public figure.
Btw kok sangkut pautin sama public figure sih? Apa hubungannya?
Begini.
Aku inget banget sama sebuah perbincangan bersama temen-temenku kuliah dulu. Biasalah, mahasiswa jurusan televisi dengan basic seni, otak kudu kritis donk, biar nanti enggak kram. LOL.
Kami setuju kalo televisi adalah salah satu faktor yang menciptakan faktor kesempurnaan itu sendiri. Salah satu lho ya, bukan satu-satunya. Karena yang lainnya bisa dari film dan pentas pertunjukkan.
Katakanlah televisi sanggup membentuk tokoh dan sosok yang selama ini ada di impian semata. Kalo selama ini princess bisanya cuma ada di animasi, maka zaman sekarang dipresentasikan lewat sosok Syahrini.
Ya kali dulu media sosial belum seramai ini. Lagian sampai sekarang televisi kan masih merajai media di Indonesia. Enggak setuju? Sok atuh ke desa-desa. Noh sinetronnya Marshanda selalu dipuja.
Televisi berhasil membuat otak kita terpatok bahwa cantik itu Luna Maya, yang cerdas itu Maudy Ayunda, yang anggun itu Raisa, dan tingkat kegantengan maha dewa itu Hamish Daud.
Maksud aku adalah semua yang tampil di layar kaca itu sengaja dibuat sempurna. Kurang mancung pake shading, jerawatan tutup dempul, kurang tinggi pake higheels, Dan yang paling parah, saking menginginkannya sosok sempurna, mending cari talent yang berwajah indo aja deh. Hidung pasti mancung, kulit lebih cerah, tinggi juga semampai. Terdengar renyah ya. Hahaha.
Secara tidak sadar, semua digiring menjadi satu persepsi.
Lho lho gimana caranya?
Ya dengan beberapa program gosip misalnya. Lewat voice over, lewat pembawaan Host, lewat perannya di sinetron atau film, lewat banyak hal yang dikemas dalam sajian yang sangat menghibur buat anda semua. Aha, anda sadar tidak?
Makanya, standart cantik dan ganteng yang dibuat oleh media itu acapkali membuat kita enggak percaya diri. Mau oles dempul sampai mampus juga susah buat nyamain standart cantiknya mereka. Nah, yang kayak gini ini yang mustahil dan bikin enggak sadar diri. Sampai ada kan yang ikut-ikutan gaya seleb, padahal lingkungannya enggak mendukung.
Sekali lagi, kita sering mengalami KRISIS PERCAYA DIRI. Kita lebih sering mengagumi, meniru lalu menjadi orang lain tanpa kita sadari. Iya kita percaya diri bisa tampil bak idola, tapi sebenarnya kita tidak percaya pada diri sendiri. Kita menjadi orang lain yang kita sendiri enggak paham apa faedahnya.
Lain media sosial lain televisi. Televisi masih ada lah aturannya walopun kontennya kadang enggak mutu. Di dunia televisi pun kita kenal yang namanya jabatan sebagai programming. Semua segmen, alur, quality, semua harus melalui acc-nya. Makanya jangan heran kalo yang ditampilkan di televisi 'yang bagus-bagus' aja. Terlebih acara hiburan. Sudahlah akui saja, fisik sering jadi bahan becandaan. Sedih ya. SAMA.
Media sosial merupakan angin segar bagi para kreatif di dunia. Semua orang bisa menjadi siapa aja. Semua orang bisa tampil dengan penuh percaya diri. Media sosial dengan lantang menjawab segala keangkuhan dari standart yang diciptakan oleh televisi. Enggak perlu muka cuantek buat review produk, enggak perlu badan kekar buat ngomongin kesehatan, enggak perlu acting lebay supaya dapat penggemar.
Jalur khusus ini diciptakan semua orang agar berani tampil bersinar. Semua tergantung pada konten yang kita ciptakan. Enggak lolos audisi Indonesian Idol, bikinlah channel sendiri. Enggak diterima casting film layar lebar, bikin aja webseries. Enggak berani ngomong di depan kamera, ya nulis aja di blog.
Kini semua dimudahkan lewat teknologi. Ya, walopun rata-rata selebgram dan influencer juga punya fisik oke juga sih. Tapi setidaknya, ada sosok lain yang tidak kalah beragamnya kan. Sebut saja sosok Bajindul sebagai Vlogger yang sudah meraup banyak keuntungan. Dia menggunakan ketidaksempurnaannya menjadi konten yang kemudian viral. Gaya yang ndeso plus logat medhok menjadi sudut pandang lain yang enggak kalah asik.
Sah sah aja! Toh enggak ada yang ditutupin. Bahkan dalam suatu wawancara, dia bilang bahwa dia nyangka dan sudah memprediksikan ketenarannya. Alias dia berhasil menciptakan image baru yang terkenal.
Aku sadar banget akan antusiasme orang di era media sosial seperti saat ini. Enggak dapat dipungkiri, bahwa media sosial menciptakan bibit-bibit baru dan mengeksplor bakat yang terpendam. Ada benarnya dan ada baiknya. Orang yang tadinya cuma bermimpi bisa secantik Chelsea Islan dan berharap banyak bisa dapetin Lee Min Ho kini semakin berani unjuk gigi.
Ada yang benar-benar berani pake akun pribadi, ada juga yang masih malu-malu dan cemen dengan akun bodong. Yang terakhir merupakan kepercayaan diri yang tidak percaya diri. Ngapain nutupin diri sendiri? Kayak punya dua kepribadian aja. Sisi lain pengen baik-baik aja, sisi lain pengen komentar pedas. Lhah ngapain enggak pake akun pribadi, kan alasannya pasti enggak mau namanya tercoreng alias namanya kudu baik? Sungguh keajaiban dunia.
Itulah. Kita emang kudu berhati-hati sama sifat percaya diri. Baik yang timbul dari sejak kecil maupun yang mau enggak mau kudu tampil. Media itu kadang baik, kadang juga bumerang. Kalo enggak hati-hati ya bakalan jadi perang.
Tuntutan fisik yang oke, nantinya akan hilang seiring dengan perubahan arus zaman. Mana sekarang kan lagi gencar-gencarnya skill dan hasil karya. Mau kamu pinter nggambar, pinter nyanyi, pinter make up, pinter masak, semua bisa kamu tunjukkan karena dunia sedang keras kepala. Singkirkan sifat minder tapi kudu pinter.
Yang terpenting adalah, ketika kamu memilih untuk percaya diri, yakinlah kamu sudah menjadi diri sendiri.
Karena kita semua pantas mendapatkan kebahagiaan tanpa terkecuali.
:)
4 komentar
Setuju banget mba, setiap orang harus nyadar keunikannya masing-masing jadi nggak akan minder karena standar cantik yang diciptakan media. Saya dulu pernah lho sampai mikir "jangan-jangan gue jodohnya lama karena nggak cantik" eh ternyata ada yang mau sama saya haha :D
ReplyDeleteIyaaa karena terbiasa lihat pasangan sempurna di media ya hehee.
DeleteSetuju banget nih sama sharingnya. MEdia itu emang kadang beracun ya mbak.. Semoga kita sendiri bisa lebih bijak dan dewasa menyikapi semua itu ya..
ReplyDeleteYes betul mbak, kudu lebih bijak menyikapi media :)
Delete