BELAJAR TIDAK MENGULANGI KESALAHAN
Sejak umur dua tahunan, Alya udah bisa mengucap Maaf dan Terimakasih. Cukup cepat daripada yang kubayangkan. Awalnya emang sedikit gengsi, tapi lama-lama dia ngerti sendiri. Waktu itu hawanya udah mau nulis blogpost aja. Penting kan sist. namanya ibu muda, ada yang membanggakan dikit dari anaknya, langsung koar-koar biar sejagad raya tahu. 😝
Nah, entah kenapa aku malah kelupaan terus dan inilah yang malah jadi moment belajar baru. Yas, Alya emang gampang berterimakasih dan meminta maaf. Aku kasih apa dikit, dia langsung super excited plus bilang makasih dengan ciuman yang bertubi-tubi. Sedangkan dia juga gampang minta maaf kalau dia salah. Masalahnya, Alya ini ternyata emang enteng banget ngucap terimakasih dan maaf. Yang parah minta maafnya sih. Saking entengnya, dia mungkin menganggap bahwa kesalahan itu bukan sesuatu yang besar. Lha kan bisa minta maaf. Jadi ya kalau dia melakukan kesalahan, rules nya dia bakal minta maaf. Gampang kan? Tapi abis itu.... ngulang lagi sampai berkali-kali.
Fiuh.
Aku ambil contoh satu kasus kesalahan yang paling sering Alya lakukan, yaitu ngusilin temen dikompleknya. Ada salah satu anak tetangga yang cukup deket sama Alya. Umurnya setahun lebih tua. Dia ini termasuk sobat luntang luntungnya Alya. Kalau lagi pergi dicariin, kalau lagi ada diusilin. Enggak tahu kenapa Alya ini kok justru malah lebih usil sama si anak ini ketimbang sama temen-temennya yang lain.
Mulai dari nyubit, teriakin, gigit, bahkan pukul. Bukan yang sampai melukai enggak sih kalau aku lihat. Misal gigit ya enggak berbekas, misal nyubit ya cubit kecil, pukul ya pukul refleks gitu. Karena aku enggak tahu nih, dia tahu berlaku kasar kayak gini dari siapa. Aku sama suami jelas enggak pernah ngajarin lah. Nurun dari siapa ini masih sebuah misteri.
Seberapapun keusilan Alya sama temennya, pasti membuat enggak enak suasana. Aku sering merasa enggak enak sendiri sama tetangga. Dipikir aku ngajarin pasti kan ya, mana aku ini dikenal galak pula. Pengennya sih teges, tapi jatuhnya malah jadi galak LOL.
Alya sama si anak ini hampir tiap hari main bareng. Dari mulai pulang sekolah, sore abis mandi, sampai malam sebelum tidur. Pokoknya jeda enggak main paling pas tidur atau pas pergi doank. Selebihnya ya maen sampai mereka puas. Udah tahu kan, kalau Alya ini moodnya masih morat-marit? Aku yang sebagai ibu nya aja, sering kok dicemberutin tanpa sebab yang jelas. Lha ini sama orang lain, Alya juga memberlakukan hal yang sama. Gimana coba?
Parahnya, kalau sudah enggak mood dan bosan, yaudah, usil itu tadi jatuhnya. Si anak tetangga ini bakalan jadi korban. Udah enak main pasar-pasaran, tiba-tiba terdengar tangisan. Ini antara Alya yang nangis atau anak tetangga tadi. Ibunya? Langsung lari terbirit-birit sambil pasang muka bingung. Ada apa ini ada apa?
Sebenarnya, level usil Alya ini masih bisa ditolerir. Karena beberapa temennya, sering melakukan hal yang sama. Nah ini aku juga makin bingung nih, yang mulai siapa dulu. Cuma ya masak mau ditelusuri, nanti malah jadi baper sendiri kan.
Yang pasti, makin gedhe usianya, baik Alya maupun anak tetangga ini udah mulai bisa saling ngomong. Siapa yang salah atau apa alasan mereka bertengkar. Keduanya sama-sama berani meminta maaf. Alya sekalipun masih kecil, dia udah bisa legowo dan berani datang ke rumah anak tetangga ini seraya minta maaf. Abis itu ya main lagi seperti biasa.
Lucunya, Alya sering nyelutuk "Kak... tadi kita nakal-nakalan yaaa" Gitu masak sambil cekikikan. 😭
Yes, mari kita simpulkan, Alya ini bisa minta maaf tapi tidak tahu letak kesalahannya dimana. Dia jelas sering ngulangin kesalahannya lagi. Artinya, mungkin Alya tidak tahu kalau kesalahannya itu membuat orang lain tersakiti.
OK, inilah saatnya wonder woman beraksi. *ganti kostum*kostumnya terlalu ketat*balik dasteran*
Selama beberapa bulan, aku terus mempelajari kasus 'gampang minta maaf' ini. Wah lha ya jelas butuh waktu yang cukup lama sist. Aku tanya sana sini, browsing dan baca-baca artikel yang kesemuanya enggak membuahkan hasil yang signifikan. Alias aku kudu cari metode sendiri buat ngajarin Alya lebih baik dan enggak mengulangi kesalahannya.
Aku amati gerak-geriknya dulu, apakah Alya benar-benar salah? Apakah dia emang punya bakat usil? Apakah dia bosan? Apakah dia lapar? Apakah dia ngantuk? Dan banyak lagi yang aku rekam di kepala. Ini udah kayak detektif aja sih bedah kasusnya hahaha. Lebay. Nah, aku belajar dari keseharian Alya dulu. Semuanya termasuk kebiasaan, sikapnya terhadap teman-teman, sifat aslinya, sampai memperhatikan tenaganya. Marah-marah terus bisa jadi capek kan. Orang dewasa aja bisa capek, apalagi anak-anak.
Jadi ya emang seperti aku pernah bilang, mumpung masih kecil, masih gampang diajarin. Kalau sedari kecil udah paham, nanti gedhe nya bakal jadi kebiasaan baik. Dari semua yang aku pelajari, akhirnya aku punya formulanya! Hahaha.
Yang pertama aku lakukan adalah, memberlakukan reward dan punishment sama kayak waktu dia tantrum. Gunanya, supaya Alya paham kalau dia salah. Biar enggak diulangi lagi kayak yang udah udah. Oh tenaaang. Punishmentnya enggak lebay kok. Dia kan punya pojok hukuman, udah lama aku enggak pake ini, karena ya emang Alya semakin jarang nakal lah istilahnya.
Misal begini. Alya ngusilin temannya. Aku langsung ajak Alya masuk ke dalam rumah. Tentunya Alya pake nangis drama donk. Lalu aku kasih petuah kan. Biasanya di sini ini Alya bakal berontak dan makin enggak paham. Lalu aku suruh ke kamar belakang sendiri, letak di mana pojok hukuman itu berada.
Aku bilang: "Alya kalau nakal nanti enggak punya teman lho. Nanti kalau enggak punya teman main sama siapa? Mau tinggal sendirian?"
Begitu lalu aku biarkan dia di kamar sendirian. Ya sesekali dilihat lah. Ini udah terjadi lebih dari sekali sih. Jadi enggak satu dua kali langsung berhasil.
Gimana cara dia paham?
Yang jadi ingatan dia adalah ketika dia merayakan ulang tahun bareng teman-temannya, ada banyak kado. Aku selalu bilang kalau do'a dan kado itu tandanya teman-teman sayang. Nah, di moment ini Alya jadi ngeh gitu lho. Oh ternyata banyak teman itu asik ya. Berbagi itu menyenangkan ya.
Suprisingly, beberapa hari kemarin, Alya berhasil enggak ngusilin teman lagi. Baru aku kasih dia reward. Aku beliin roti canne dan aku kasih masukin koin tambahan di tabungannya. Santai receh ceban doank mah dia udah hore. LOL.
Cara ini lumayan berhasil kalau kita kekeuh dan tegas. Jangan sampai lembek. Karena biasanya, anak menggunakan tangisan buat senjatanya supaya orang tua bisa dinegosiasi. Aku ngomong gini karena justru aku sering ngerasa kasihan juga. Mau belain anak, tapi dia salah. So, ya enggak ada salahnya kita punya aturan.
Trus yang kedua, aku banyak banyak kenalin Alya ke orang lain. Apalagi pas meeting, reuni, atau enggak perlu jauh-jauh deh, main sama tetangga tapi beda blok. Karena semakin dia banyak teman, semakin berkurang pula rasa bosannya. Bisa jadi sama si A dia hanya main boneka, ketika dia ke si B beralih main sepeda, nanti sama si C gantian main apa yang Alya punya.
And yes, ini pas banget diterapin ke Alya. Dia punya lingkup pertemanan di sekolahan, di kompleks, di anak-anak teman mama papa, di antara saudara, dan banyak lingkup pertemanan lainnya. Moodnya lumayan terkontrol karena dia menemukan sesuatu yang baru. Enggak melulu satu dua permainan dan satu dua teman aja. Dengan begitu, Alya bisa belajar bahwa berteman dengan beragam jenis karakter itu membuat lebih hidup.
Setelah beberapa kesempatan aku 'jauhin' Alya dari si anak tetangga ini, lantas membuat Alya jadi kangen. Dia selalu nyari dan main dengan anteng. Karena aku masih trial sampai detik ini, jadi emang aku batasin supaya enggak bosan. Nanti kambuh lagi mood jeleknya kan aku ngulang dari awal lagi. Nyahaha.
Langkah ketiga adalah.... koreksi sikap orang tua. Terutama aku pribadi! LOL.
Iyaaa aku ngerasa kok. Sering banget marah-marah. Aku pun sering bad mood, jadi jelas kan Alya nurun siapa ya? *pake nanya*
Baca juga: Buah Jatuh Tak Jauh Dari Pohonnya
Sekarang aku juga masih dalam tahap refleksi diri. Berusaha senang dengan cara macam-macam. Kayak makan yang aku seneng, beli skincare, perawatan, sampai piknik. Karena ya apa? Kalau si ibu senang, maka suasana rumahpun nyaman. Percaya kan? Percaya donk. Kan Ibu adalah kunci utama kebahagiaan rumah tangga.
Terbukti bila aku seharian hepi, suami dan anak juga ikutan bahagia. Mungkin karena rasa masakan jadi enak trus rumah bersih dan rapi kali ya. Hehehe. Selain itu, aku jaga mood ku juga supaya enggak gampang manyun. Nanti Alya makin nyontek kebiasaan burukku. Iya, koreksi sikapku sendiri jadi cerminan bahwa Alya sebenernya nurun aku juteknya. Cuma ya dia masih kecil, jadi belum bisa mengolah emosi. Yang ada ya mengulangi kesalahan sampai berulang kali. Kuncinya ya emang kudu dikasih contoh dari orang terdekatnya. Yang berarti... aku kudu bener-bener introspeksi, Susah sih, kata siapa gampang? Nyahahaha.
Tiga tips di atas aku terapkan berulang-ulang. Alhamdulillah, udah berkurang tingkat keusilannya. Ini udah 2 pekan Alya berteman dengan baik. Teriak-teriak, lari-lari, main seperti biasa. Si anak tetangga ini juga makin seneng karena Alya udah tambah gedhe tambah pinter.
Semoga seterusnya baik terus. Enggak yang kambuh-kambuhan, nanti aku pusing bikin pola mengasuh lagi kan. Hahaha. Ya emang sih, anak itu bikin orang tuanya semakin belajar. Udah kelar fase ini, tumbuh fase itu. Enggak habis-habis mbuh sampai kapan.
Kedepannya aku juga kudu belajar mengolah emosi ini. Jangan sampai Alya nurun sifat buruk orang tuanya. Nah, kalo kalian ada saran atau sharing, tulis di kolom komentar ya. Makasih :)
Alya sama si anak ini hampir tiap hari main bareng. Dari mulai pulang sekolah, sore abis mandi, sampai malam sebelum tidur. Pokoknya jeda enggak main paling pas tidur atau pas pergi doank. Selebihnya ya maen sampai mereka puas. Udah tahu kan, kalau Alya ini moodnya masih morat-marit? Aku yang sebagai ibu nya aja, sering kok dicemberutin tanpa sebab yang jelas. Lha ini sama orang lain, Alya juga memberlakukan hal yang sama. Gimana coba?
Parahnya, kalau sudah enggak mood dan bosan, yaudah, usil itu tadi jatuhnya. Si anak tetangga ini bakalan jadi korban. Udah enak main pasar-pasaran, tiba-tiba terdengar tangisan. Ini antara Alya yang nangis atau anak tetangga tadi. Ibunya? Langsung lari terbirit-birit sambil pasang muka bingung. Ada apa ini ada apa?
Sebenarnya, level usil Alya ini masih bisa ditolerir. Karena beberapa temennya, sering melakukan hal yang sama. Nah ini aku juga makin bingung nih, yang mulai siapa dulu. Cuma ya masak mau ditelusuri, nanti malah jadi baper sendiri kan.
Yang pasti, makin gedhe usianya, baik Alya maupun anak tetangga ini udah mulai bisa saling ngomong. Siapa yang salah atau apa alasan mereka bertengkar. Keduanya sama-sama berani meminta maaf. Alya sekalipun masih kecil, dia udah bisa legowo dan berani datang ke rumah anak tetangga ini seraya minta maaf. Abis itu ya main lagi seperti biasa.
Lucunya, Alya sering nyelutuk "Kak... tadi kita nakal-nakalan yaaa" Gitu masak sambil cekikikan. 😭
Yes, mari kita simpulkan, Alya ini bisa minta maaf tapi tidak tahu letak kesalahannya dimana. Dia jelas sering ngulangin kesalahannya lagi. Artinya, mungkin Alya tidak tahu kalau kesalahannya itu membuat orang lain tersakiti.
OK, inilah saatnya wonder woman beraksi. *ganti kostum*kostumnya terlalu ketat*balik dasteran*
Selama beberapa bulan, aku terus mempelajari kasus 'gampang minta maaf' ini. Wah lha ya jelas butuh waktu yang cukup lama sist. Aku tanya sana sini, browsing dan baca-baca artikel yang kesemuanya enggak membuahkan hasil yang signifikan. Alias aku kudu cari metode sendiri buat ngajarin Alya lebih baik dan enggak mengulangi kesalahannya.
Aku amati gerak-geriknya dulu, apakah Alya benar-benar salah? Apakah dia emang punya bakat usil? Apakah dia bosan? Apakah dia lapar? Apakah dia ngantuk? Dan banyak lagi yang aku rekam di kepala. Ini udah kayak detektif aja sih bedah kasusnya hahaha. Lebay. Nah, aku belajar dari keseharian Alya dulu. Semuanya termasuk kebiasaan, sikapnya terhadap teman-teman, sifat aslinya, sampai memperhatikan tenaganya. Marah-marah terus bisa jadi capek kan. Orang dewasa aja bisa capek, apalagi anak-anak.
Jadi ya emang seperti aku pernah bilang, mumpung masih kecil, masih gampang diajarin. Kalau sedari kecil udah paham, nanti gedhe nya bakal jadi kebiasaan baik. Dari semua yang aku pelajari, akhirnya aku punya formulanya! Hahaha.
Yang pertama aku lakukan adalah, memberlakukan reward dan punishment sama kayak waktu dia tantrum. Gunanya, supaya Alya paham kalau dia salah. Biar enggak diulangi lagi kayak yang udah udah. Oh tenaaang. Punishmentnya enggak lebay kok. Dia kan punya pojok hukuman, udah lama aku enggak pake ini, karena ya emang Alya semakin jarang nakal lah istilahnya.
Misal begini. Alya ngusilin temannya. Aku langsung ajak Alya masuk ke dalam rumah. Tentunya Alya pake nangis drama donk. Lalu aku kasih petuah kan. Biasanya di sini ini Alya bakal berontak dan makin enggak paham. Lalu aku suruh ke kamar belakang sendiri, letak di mana pojok hukuman itu berada.
Aku bilang: "Alya kalau nakal nanti enggak punya teman lho. Nanti kalau enggak punya teman main sama siapa? Mau tinggal sendirian?"
Begitu lalu aku biarkan dia di kamar sendirian. Ya sesekali dilihat lah. Ini udah terjadi lebih dari sekali sih. Jadi enggak satu dua kali langsung berhasil.
Gimana cara dia paham?
Yang jadi ingatan dia adalah ketika dia merayakan ulang tahun bareng teman-temannya, ada banyak kado. Aku selalu bilang kalau do'a dan kado itu tandanya teman-teman sayang. Nah, di moment ini Alya jadi ngeh gitu lho. Oh ternyata banyak teman itu asik ya. Berbagi itu menyenangkan ya.
Suprisingly, beberapa hari kemarin, Alya berhasil enggak ngusilin teman lagi. Baru aku kasih dia reward. Aku beliin roti canne dan aku kasih masukin koin tambahan di tabungannya. Santai receh ceban doank mah dia udah hore. LOL.
Cara ini lumayan berhasil kalau kita kekeuh dan tegas. Jangan sampai lembek. Karena biasanya, anak menggunakan tangisan buat senjatanya supaya orang tua bisa dinegosiasi. Aku ngomong gini karena justru aku sering ngerasa kasihan juga. Mau belain anak, tapi dia salah. So, ya enggak ada salahnya kita punya aturan.
Trus yang kedua, aku banyak banyak kenalin Alya ke orang lain. Apalagi pas meeting, reuni, atau enggak perlu jauh-jauh deh, main sama tetangga tapi beda blok. Karena semakin dia banyak teman, semakin berkurang pula rasa bosannya. Bisa jadi sama si A dia hanya main boneka, ketika dia ke si B beralih main sepeda, nanti sama si C gantian main apa yang Alya punya.
And yes, ini pas banget diterapin ke Alya. Dia punya lingkup pertemanan di sekolahan, di kompleks, di anak-anak teman mama papa, di antara saudara, dan banyak lingkup pertemanan lainnya. Moodnya lumayan terkontrol karena dia menemukan sesuatu yang baru. Enggak melulu satu dua permainan dan satu dua teman aja. Dengan begitu, Alya bisa belajar bahwa berteman dengan beragam jenis karakter itu membuat lebih hidup.
Setelah beberapa kesempatan aku 'jauhin' Alya dari si anak tetangga ini, lantas membuat Alya jadi kangen. Dia selalu nyari dan main dengan anteng. Karena aku masih trial sampai detik ini, jadi emang aku batasin supaya enggak bosan. Nanti kambuh lagi mood jeleknya kan aku ngulang dari awal lagi. Nyahaha.
Langkah ketiga adalah.... koreksi sikap orang tua. Terutama aku pribadi! LOL.
Iyaaa aku ngerasa kok. Sering banget marah-marah. Aku pun sering bad mood, jadi jelas kan Alya nurun siapa ya? *pake nanya*
Baca juga: Buah Jatuh Tak Jauh Dari Pohonnya
Sekarang aku juga masih dalam tahap refleksi diri. Berusaha senang dengan cara macam-macam. Kayak makan yang aku seneng, beli skincare, perawatan, sampai piknik. Karena ya apa? Kalau si ibu senang, maka suasana rumahpun nyaman. Percaya kan? Percaya donk. Kan Ibu adalah kunci utama kebahagiaan rumah tangga.
Terbukti bila aku seharian hepi, suami dan anak juga ikutan bahagia. Mungkin karena rasa masakan jadi enak trus rumah bersih dan rapi kali ya. Hehehe. Selain itu, aku jaga mood ku juga supaya enggak gampang manyun. Nanti Alya makin nyontek kebiasaan burukku. Iya, koreksi sikapku sendiri jadi cerminan bahwa Alya sebenernya nurun aku juteknya. Cuma ya dia masih kecil, jadi belum bisa mengolah emosi. Yang ada ya mengulangi kesalahan sampai berulang kali. Kuncinya ya emang kudu dikasih contoh dari orang terdekatnya. Yang berarti... aku kudu bener-bener introspeksi, Susah sih, kata siapa gampang? Nyahahaha.
Tiga tips di atas aku terapkan berulang-ulang. Alhamdulillah, udah berkurang tingkat keusilannya. Ini udah 2 pekan Alya berteman dengan baik. Teriak-teriak, lari-lari, main seperti biasa. Si anak tetangga ini juga makin seneng karena Alya udah tambah gedhe tambah pinter.
Semoga seterusnya baik terus. Enggak yang kambuh-kambuhan, nanti aku pusing bikin pola mengasuh lagi kan. Hahaha. Ya emang sih, anak itu bikin orang tuanya semakin belajar. Udah kelar fase ini, tumbuh fase itu. Enggak habis-habis mbuh sampai kapan.
Kedepannya aku juga kudu belajar mengolah emosi ini. Jangan sampai Alya nurun sifat buruk orang tuanya. Nah, kalo kalian ada saran atau sharing, tulis di kolom komentar ya. Makasih :)
2 komentar
Anakku yg bungsu jg blm ngerti arti maaf itu mba. Samalah, minta maaf, tp bsk ngulangin lg :D. Kdg bikin emaknya emosi :p. Memang hrs pelan2 ya.. Walopun aku heran, kakanya dulu lbh cepet ngerti.. Ato krn kakanya lbh anteng, ntahlah..
ReplyDeleteSemua anak itu unik ya mbak. Alya ini ekstra hati-hati, karena sifatnya persis aku: sensitif... Kraaayyy...
Delete