SELERA BERPAKAIAN ALYA
Enggak banyak fase yang bikin aku notice di umur Alya yang ketiga ini. Karena selain masih aku anggap wajar, fase threenager sebenarnya sudah lama terjadi, yaitu sekitar umur 2,5 tahun. Ini normal juga kan, karena banyak yang ngalamin. Jadi ya, aku enggak kaget-kaget amat.
Bisa dibilang, Alya sudah enggak banyak tantrumnya karena mulai bisa dikasih pengertian. Mau tantrum gimana, begitu ada tanda-tanda mau ngamuk, aku siap ajak dia ke kamar belakang. Entah bisa meminimalisir tantrum atau enggak, yang jelas Alya akhirnya belajar me-manage sendiri emosinya. Butuh waktu agak lama juga mengingat dia ini level ngeyelnya minta ampun. Kalau sudah punya keinginan, kudu dipenuhi. Maka, cara terbaik untuk mendekatinya adalah secara pelan-pelan dan sabar.
Anyhoo, ada satu kebiasaan Alya yang enggak berubah-ubah sejak umur dua tahun. Ngeselin loh, hampir tiap hari dia ngelakuin ini, wes mbuh sampai kapan aku juga enggak tahu. Yang jelas, baik aku dan suami masih saling bahas supaya enggak keterusan sampai gedhe. Fase-nya memang standar dan ringan sih, tapi bayangkan, semua itu terjadi tiap hari dan bisa ngerusak mood-nya seharian. Apalagi kalau enggak diturutin. Masa' tiap hari kami kudu garuk-garuk kepala? Mau nolak, kok dia sudah punya seleranya. Mau nurutin, kok kadang enggak ada barangnya. Mau gimanapun tetep tiap hari ada dramanya.
Tahu enggak, fase apakah itu?
FASE PILAH PILIH BAJU.
Memang receh banget, but hey, kalau masih bisa dikendalikan kenapa enggak? Aku yakin sih, fase pilah pilih baju ini bisa berakibat ke sifat keras kepalanya. Apalagi baju yang Alya pilih itu kadang jaka sembung alias enggak nyambung! Kan makin kzl ya.
Di awal Alya bisa memilih sesuai dengan apa yang dia inginkan itu, aku sempat berujar "wah... punya selera juga dia". Senang donk jelas, waktu itu Alya masih punya bakat yang raw dan belum kena pengaruh di sekitarnya. Dari menentukan hobby, cita-cita, dan juga selera memilih barang kesukaan. Keren deh, pokoknya belum apa-apa mamanya sudah bangga duluan.
Cuma namanya saja emak-emak halu, aku trus dapat karmanya kemudian. Hahaha. Yak, Alya ternyata makin menunjukkan kalau dia ini sering enggak mau diatur karena terlalu teguh pendirian. Padahal cuma baju loooh halooo. Kenapa selalu pakai acara nangis dan kudu debat dulu sih. Hampir tiap hari tawar menawar mau pakai baju apa?
Well, aku dan suami selalu kompak belikan baju atau barang apapun yang bentuknya simple plus enggak neko-neko. Kelihatan sedikit warna dan motif yang mencolok mata, eliminasi. Kelihatan ada yang pas tapi banyak ornamennya, enggak usah dibeli. Kelihatan norak dikit di mata kami, sudahlah mending bikin sendiri. Selera kami sama, enggak perlu banyak elemen dan kalem warnanya.
Tapi rupanya, Alya lain sendiri. Mungkin nurun eyang putrinya. Iyaaa Mama aku kalau pakai baju dan pilih barang itu yang gemerlap tiada tara. Bisa dibilang kayak toko berjalan. Hahaha. Entah apa dibenaknya, pokoknya warna orange, pink gonjreng, atau hijau stabilo itu menurut Mama adalah hal yang simple.
Sejak aku kecil, seleraku sama Mama memang berbanding terbalik. Bayangkan, waktu SMP aku dibelikan T-shirt motif macan, yang pada zamannya dikenal sebagai baju ala emak-emak kondangan. Kembaran sama adekku, cuma beda warna. Aku kuning adekku merah. Mana berani kami pakai? Nolak pun rasanya kayak durhaka. Jadi baju tersebut lama ngendon di lemari. Ketika Mama nanyain, kami serempak jawab lupa. Trus Mama marah dengan alasan, baju tersebut mahal harganya.
Ya mana kami lihat harga ya kan ya. Yang penting mah rupa. T.T
Buatku, memilih baju itu harus disesuaikan dengan bentuk tubuh dan kecocokan. Gimana aku enggak sreg sama selera Mama, aku sering loh lihat mama pakai baju orange plus jilbab biru muda! Nyambungnya dimana coba? Mata kuliah nirmana-ku buyar sudah. Gradasi dan matchingin warna, semua kalah sama Mama. Lucunya, begitu dikasih tahu, beliau kekeuh pakai karena suka. Nah lo aku mau apa? T.T lagi.
Sayang seribu sayang, kok ya nurunnya di Alya! Alya senang banget sama yang berbau kelap-kelip, desain baju yang makin mekrok makin princess, dan juga... oh iya, warna yang menyala. Dia ini dasarnya emang seneng princess. Walaupun bentuk dan tingkahnya tomboy, tapi selera princess di Disney. Coba kalian katakan padaku, princess mana yang bajunya simple? KAGAK ADA!
Hal inilah yang mungkin mengilhami Alya dalam pilah pilih barang. Mana didukung sama eyangnya pula. Lengkap kan gemeznya.
Sekarang baru nyadar, aku sama Alya emang jarang pakai baju kembaran. Gimana mau kembaran, orang seleranya saja njomplang?
Ada kejadian lucu lagi, waktu nikahan sepupu, Alya lihat si manten perempuan pakai gaun yang besar ala kerajaan. Berkali-kali dia bilang "wah princess... wah cantik". Itu pun sampai kebawa di hari-hari ke depannya loh. Dia sering acting dan niruin gaya pengantin saking kebayang-bayangnya. Jangan ditanya kami ngelihatnya gimana? Yang ada kami ketawa dan bingung cara ngadepinnya. Karena... ini juga makin menguatkan Alya buat maksa kami nurutin jiwa keprincessannya.
Sekarang baru nyadar, aku sama Alya emang jarang pakai baju kembaran. Gimana mau kembaran, orang seleranya saja njomplang?
Ada kejadian lucu lagi, waktu nikahan sepupu, Alya lihat si manten perempuan pakai gaun yang besar ala kerajaan. Berkali-kali dia bilang "wah princess... wah cantik". Itu pun sampai kebawa di hari-hari ke depannya loh. Dia sering acting dan niruin gaya pengantin saking kebayang-bayangnya. Jangan ditanya kami ngelihatnya gimana? Yang ada kami ketawa dan bingung cara ngadepinnya. Karena... ini juga makin menguatkan Alya buat maksa kami nurutin jiwa keprincessannya.
Kebetulan juga nih, waktu ulang tahun Alya kemarin, mertua juga beliin baju ala princess yang gedrombongan karena kebesaran. Tapi Alya suka, mau gimana donk.
Ada dua baju, yang satu warna pink, yang satu putih, dan itu semua penuh manik plus glitter yang kalau dipakai bakal kena kulit kita. LOL. Dengan pedenya, Alya minta baju ini dipakai TIAP HARI secara bergantian. Kalau aku enggak nurutin, ya nangis. Jadi benar, hampir tiap hari tepatnya sehabis mandi dia nangis karena ngeyel pengen baju kelap-kelip.
Enggak ada acara apa, pokoknya pakai baju princess lengkap dengan mahkota kecilnya. Dia malah bahagia tuh keliling komplek sambil senyam-senyum. Dia enggak malu tuh ke pasar pakai gaun gedombrongan. Dia merasa yoi ketika di mol pakai kebaya modifikasi. Intinya, mood dia ada di baju yang dia pakai.
Sekarang masalahnya, kaos dan celana yang seabreg-abreg di lemari enggak mau dipakai. Padahal urusan kenyamanan, aku yakin donk, baju model gaun gitu bikin gerakannya jadi ribet. Sampai pernah, Alya naik sepeda trus jatuh karena roknya kepanjangan. Enggak nangis, enggak. Dia gengsi lah nangis. Soalnya dia tahu emaknya bakal nyopot tuh baju dan ganti dengan yang lebih simple. Sempat heran juga sih, orang jatuhnya pakai lecet. Tapi kok ya kekeuh, ngeyelnya nih loh!
Lain lagi urusan beli baju. Barang-barang Alya yang warna-warni dan banyak glitternya, bisa dipastikan bukan kami yang beliin. Jadi makin kesini, beli baju itu HARUS NGAJAK anaknya. Takut enggak kebeneran soalnya kami terlalu milih yang simple.
Sampai di toko, dia pasti sudah heboh dan pandangannya langsung tertuju pada glitter. Sudah enggak bisa ditawar deh. Baik itu baju juga sepatu. Masih mending kalau sepatu bisa kami arahkan ke model yang aman. Kan banyak juga tuh pilihan sepatu kelap-kelip tapi desainnya nyaman.
Sampai di toko, dia pasti sudah heboh dan pandangannya langsung tertuju pada glitter. Sudah enggak bisa ditawar deh. Baik itu baju juga sepatu. Masih mending kalau sepatu bisa kami arahkan ke model yang aman. Kan banyak juga tuh pilihan sepatu kelap-kelip tapi desainnya nyaman.
Nah, tapi kalau baju... mmm jangan ditanya. Semua yang bergantungan dan memancarkan aura blink-blinknya pasti bikin dia terbuai. Aku dan Suami juga enggak mau begitu saja nurutin kan. Dengan segala pengertian dan kasih wejangan, itu selalu kami lakukan agar pilihan bajunya menjadi logis dan sedikit elegan.
Habis gimana ya, yang blink-blink belum tentu bagus. Dan yang bagus enggak mesti blink-blink. Begitulah, sekali lagi pasti ada adegan tawar menawar.
Kami masih nyari celah dan cara supaya Alya enggak jadi kebablasan. Pengennya kami sih, dia pakai baju yang wajar dan pantas. Oke lah kalau pas ada acara kondangan, atau ulang tahun, atau lomba. Tapi kalau sehari-hari prefer yang nyaman.
Kami masih nyari celah dan cara supaya Alya enggak jadi kebablasan. Pengennya kami sih, dia pakai baju yang wajar dan pantas. Oke lah kalau pas ada acara kondangan, atau ulang tahun, atau lomba. Tapi kalau sehari-hari prefer yang nyaman.
Sebisa mungkin kami satu visi demi menyelaraskan selera. Enggak maksa juga sih, asal enggak pakai baju biduan dangdut saja lah ya. Hahaha.
Kami mulai TEGAS kasih saran dia pakai baju-baju yang netral. Enggak terlalu mencolok, dan enggak bikin ribet kalau pas main. Kasih dia pengertian kalau teman-temannya juga enggak ada yang neko-neko. Kasih dia lihat baju yang modelnya simple tapi keren. Kasih dia tontonan lain selain acara princess. Pelan-pelan sih dan hasilnya lumayan, karena sekarang sudah mau melirik kaos dan celana yang sudah ada.
Kalau di rumah, sudah mendingan. Di sekolah apalagi, soalnya wajib pakai seragam. Kalau pas jatahnya pakai baju bebas, ya dia pakai celana dan kaosan doank. Sementara itu, baju-baju model gaun aku umpetin dulu. Dianggap jahat biar deh hahaha. Soalnya kalau enggak gini, dia bakalan minta terus dan bikin perdebatan. Kalau misal dia nanya baju princess kemana, aku tinggal jawab lagi dicuci, atau lagi dibenerin. AMAN.
Semoga makin besar dia mengerti apa arti kenyamanan dan kepantasan. Gimana kita berpakaian sewajarnya. Enggak usah terlalu berpakaian mencolok agar bisa dipandang. Karena yang terpenting sebenarnya kan bukan sandang, melainkan... uang. Eh apa? Kepintaran maksudnya. Hahaha. Becanda lebih ngena soalnya.
Oke segini saja curhatnya. Doain semoga Alya makin pintar dan cerdas dalam memilih apa yang dia suka. Thank you!
2 komentar
Hahhaa gemes ya Alya. Ponakan saya juga gtu yg cewe, mba. Masak pas mau tidur minta pakai baju gaun 😂
ReplyDeleteSering mikir, apa ya nyamaaan pakenya. Heheh. Tapi pelan-pelan banget ini ngajarinnya.
Delete