Katanya nih, kalau kalian suka
off road tapi track baru sebatas wilayah
jawa saja, konon kalian masih dianggap biasa alias belum naik pangkat. Oh yaaaa,
kata siapa emangnya? Kata aku lah, hahaha. Ya, setidaknya, aku pernah ngerasain
off road terabasan hutan dengan medan yang lumayan menantang. Ngerasain doang
loh ya. Bukan aku kok yang nyetir, tapi
Suamiku. Mana bisa orang mungil kayak aku kendaliin mobil besar? Bisa kebanting setir nanti ya kan.
Terabasan hutan ini sama sekali
enggak direncanakan. Bener-bener dadakan. Jadi ceritanya kami sekeluarga sengaja
lewat jalan baru sepulang dari Kawasan Bogam Raya kemarin. Tahu-tahu ternyata
hutan dan sepi. Ngeri-ngeri sedep sih sebenarnya, karena walaupun aku duduk manis
di belakang, dalam hatiku tetap mengucap doa sambil pegangan tangan. Enggak
cemen enggak, cuma was-was dikiiiit. *toyor jangan?*
Eits kalian jangan kemana-mana
dulu, sini-sini, aku ceritain ya.
Jalanan di Kalimantan belum sepenuhnya
bisa dilalui dengan mudah lewat darat. Suamiku sudah wanti-wanti, kalau
menemukan mobil besar-besar jangan heran, karena di sini bakalan digunakan
sebagai mestinya. Yaitu untuk menembus hutan belantara, terlebih mobil dengan
double gardannya. Plis, jangan bayangin mobil besar semacam Innova, Pajero atau
strada sampai sini dengan plitur kinclong. Yang ada, mobil-mobil tersebut bermandikan
lumpur bisa sampai separuh body
mobil. Uwow, enggak sayang ya kayaknya. Ya enggak lah, orang itu fungsinya.
Trus Suami juga pernah cerita
kalau dia dan teman-temannya pernah waktu perjalanan dari Pangkalan Bun ke
Palangka Raya, menemukan ular besar menyebrang jalan. Tapi karena jalanan sepi,
gelap dan sudah malam, jadinya enggak begitu kelihatan. Tahunya malah habis
melindas lalu baru nyadar kalau ternyata itu ular. Dyeem. Besarnya sampai kayak
polisi tidur loh, entah deh panjangnya. Belum cerita yang lain dari Mertua. Pokoknya
bikin merinding. Tapi yang perlu diingat, begitu di hutan kita jangan berpikir
macam-macam, mending sluman slumun selamat saja deh. Jangan keburu panik juga
kalau lihat binatang buas berkeliaran, tetep stay cool yang penting enggak ganggu. Karena gimanapun, itu habitat
mereka ya enggak cuy.
Salah satu wishlist-ku dalam mendidik Alya adalah mengenalkannya pada hutan. Hutan
beneran loh, bukan hutan buatan. Hutan yang benar-benar liar kayak di
Kalimantan ini. Dikata sok-sok-an biar, yang penting Alya kudu cinta sama alam.
Paling enggak, sejak kecil sudah ditanamkan rasa syukur dan mengenal makhluk
hidup di dunia.
Tapi… aku masih maju mundur ngajakin
Alya tracking atau bermalam di hutan.
Belum berani lebih tepatnya. Lah gimana ya, memang semacam belum cukup umur,
nanti gimana kalau dia ngerasa enggak nyaman? Gimana kalau dia enggak mau makan
yang disediakan? Gimana kalau dia enggak suka sama situasinya? Masih banyak PR lah
intinya.
Makanya, aku menganggap bahwa off
road dadakan ini bisa jadi semacam new
experience bagi Alya maupun aku sendiri. Dia jadi bisa tahu oh hutan itu
sepi ya. Oh banyak tupai dan burung ya. Oh harus jalan jauh ya. Dan banyak lagi
adegan tanya jawab yang bikin dia sangat terkesan.
Baru juga jalan beberapa menit
dari Bogam Raya, Alya sudah tertidur pulas. Maklum, karena waktu bermain di
pantai, dia all out banget.
Bener-bener kecapekan, sampai tidurnya terlentang. Dari Tanjung Penghujan, kami menyisir pantai
Kraya menuju Sebuai hingga tembus ke Kumpai Batu Atas. Di Sebuai, rencananya
akan dibuat Bandara baru untuk menggantikan Bandara Iskandar yang masih
beroperasi sampai sekarang. Sudah dibuka rute menuju ke Bandara tersebut, namun
jalanan belum diaspal, alias masih berupa tanah dan pasir. Nah, jalanan itulah
yang kami lewati.
Alya bangun begitu kami sampai di
sekitar Sebuai. Mungkin dia ngerasa terganggu karena jalanan yang enggak mulus
bikin para penumpangnya ikutan gonjang-ganjing mabok di jalan. Sepanjang
perjalanan, daerahnya beneran sepi. Di kanan kiri hutan, jalanan belum di
aspal. Mau teriak gimana juga enggak bakal kedengeran. Kami cuma beberapa kali berpapasan
dan dapet barengan motor. Enggak banyak kok, bisa dihitung dengan jari. Tapi lumayan, jadi ada teman di jalan kan.
Kami sempat bertanya jalan pada kampung
yang ditemui. Iyaaa, di sekitar sini ada kampung. Tapi jarak kampung satu
dengan yang lain ampun jauhnya. Mana jalannya juga belum semua diaspal pula. Ditengah-tengah
perjalanan, akan ditemukan dua posko hutan lindung. Yang mana di situ enggak
boleh sembarangan tebang pohon dan harus dijaga biar enggak sampai gundul.
Beberapa kali kami menemukan
persimpangan, hingga kami sempat nyasar dan nemuin lahan sayur maupun cabe milik
perorangan. Ya gimana ya, namanya di hutan. Mau ngandelin GPS juga enggak ada
sinyal kan. Hahaha.
Satu hal yang bikin aku ngerasa
aman adalah karena ini masih siang. Enggak bisa bayangin kalau malam. Ya paling
langsung balik arah cari keramaian, sudah. Cari aman kadang dibutuhkan ya. Well,
perasaan tenang langsung datang ketika kami menemukan perkampungan. Kampung
yang cukup padat dan kendaraan yang cukup ramai. Tepatnya di Kumpai Batu Atas.
Sumpah beneran langsung lega dan plong seketika. Raut wajah yang tadinya pucet, tegang, dan siap siaga, berubah jadi bahagia dan menyanyikan lagu syalalala. Habis off road, kami langsung kelaparaaan. Langsung cari seafood dan sayuran berkuah, woooh mantaps.
Alya sih enggak begitu mudeng, karena ya dipikirnya memang kudu lewat hutan. Dipikirnya ya tetap saja aman. Tapi sepanjang perjalanan kemarin, Alya jadi tahu kalau hutan itu enggak seram. Enggak ada nenek sihir, enggak ada yang perlu ditakutkan. Aku berhasil menjelaskan kalau hutan itu diperlukan agar ekosistem berjalan lancar. Hutan diperlukan agar manusia bisa bernafas. Pepohonan yang rimbun adalah makhluk hidup yang kita perlukan.
Ok sip ya. Semoga tahun depan, Alya bisa selangkah lebih maju lagi, dengan tracking ke hutan. Pelan-pelan ya sist, sambil usaha banget ini. Mohon doanya boleh donk?!