SUDAH MAU 4 TAHUN
Sudah lama rasanya di blog enggak cerita soal perkembangan dan fase yang sedang Alya alami saat ini. Kadang suka ngerasa capek karena banyak kerjaan, bikin lupa daratan hingga ternyata sadar "loh Alya mau 4 tahun saja". Dan otomatis, fasenya pun berubah, ada yang baru, ada juga yang perpanjangan (lu kira STNK) fase sebelumnya.
Seperti biasa, setiap awal fase, rasa kaget dan gregetan selalu menghantui. Mana kalau kadang sudah nemu cara ngakalinnya, timbul lagi fase baru. Gitu terus ritmenya, mbuh sampai kapan. Jadi kalau ada yang nanya, "kapan Alya punya adek lagi", ya memangnya gampang apa ngedidik anak dengan baik. Bikinnya sih cincai, mau tiap hari juga oke. Lah kalau jadi padahal kami belum siap, terus apa enggak budreg ni kepala. Sorry, kami lebih mementingkan kualitas daripada kuantitas.
Aku juga enggak mau diajak berdebat bahwa anak itu rezeki. Bagiku kekeuh, cari rezeki bukan berarti harus bikin anak. Banyak kok cara lain, seperti cari kerja sampingan, bikin bisnis, atau perbanyak teman biar jalan dan pikiran untuk kerjaan semakin lebar.
Well, intinya bukan urusan kalian maksa aku punya anak lagi. Kesiapannya kapan, lihat situasi nanti. Nah daripada mencak-mencak, sekarang aku mau cerita tentang fase Alya menjelang umur 4 tahun saja, biar lebih banyak yang ngerasa samaan, bisa kompak dan banyak temannya. Yok merapat!
Well, intinya bukan urusan kalian maksa aku punya anak lagi. Kesiapannya kapan, lihat situasi nanti. Nah daripada mencak-mencak, sekarang aku mau cerita tentang fase Alya menjelang umur 4 tahun saja, biar lebih banyak yang ngerasa samaan, bisa kompak dan banyak temannya. Yok merapat!
Seperti yang sudah diketahui dan sering aku ceritakan, Alya sudah masuk PAUD sejak umur 2 tahun. Tapi itu masih sering bolos dan semau gue. Kalau hatinya lagi seneng minta sekolah, dan kebalikannya, kalau lagi bad mood, pengennya di rumah. Belum kalau aku lagi ke luar kota dalam waktu yang lama, mana Mama waktu itu belum pensiun, jadi Alya aku ajak sekalian biar aman dan nyaman. Intinya, bagi kami, sekolah murni untuk sarana bermain dan bersosialisasi.
Masuk umur 3 tahun kemarin, Alya lebih rajin. Di sini dia sudah paham betul, bahwa sekolah itu menyenangkan. Habis kalau di rumah terus dia bosan, dia juga bingung kalau enggak ada yang diajak main. Anaknya rempong banget, enggak ada temen susah, ada temen enggak mau yang banyak-banyak. Kami harus pinter-pinter memberikannya aktivitas yang memforsir tenaga dan pikirannya, biar nanti dia juga bisa tidur nyenyak dan makan banyak.
Enggak bisa dipungkiri, ini sangat berpengaruh besar loh buat Alya. Misalnya tenaganya masih ada, dia bakalan susah tidur dan rewel ngeluh main terus. Sementara kami harus tetap kerja. Gimana ya, durasi PAUD masih 2 jam an. Sampai rumah kudu main sampai jadwal tidur siang. Nanti begitu bangun main lagi sampai malam. Enggak bisa deh kayaknya terus-terusan kami handle gantian?
Makanya, rencana ke depan, TK mau aku full-day in. Seenggaknya yang sampai jam 1. Biar aku bisa manage kerjaan. Pagi buat kerja, sore sampai malam main sama Alya.
Oke, aku petakan dulu deh perkembangan anak di usia 4 tahun. Antara lain:
Perkembangan Fisik
Terbagi menjadi dua, yaitu motorik halus dan motorik kasar. Supaya lebih jelas, aku jabarin dulu deh. Motorik kasar adalah gerakan tubuh yang menggunakan otot-otot besar, sebagian besar atau seluruh anggota tubuh, yang dipengaruhi oleh usia, berat badan dan perkembangan anak secara fisik. Misalnya gimana cara dia duduk, menendang, berlari, atau naik turun tangga.
Sedangkan motorik halus adalah kemampuan yang berhubungan dengan keterampilan fisik yang melibatkan otot kecil dan koordinasi mata-tangan. Berbeda dengan motorik kasar, saraf motorik halus dapat dilatih dan dikembangkan melalui kegiatan dan rangsangan secara rutin. Seperti bermain puzzle, menyusun balok, memasukan benda ke dalam lubang sesuai bentuknya dan semacamnya.
Di usia 4 tahun, anak biasanya sudah bisa berdiri dengan satu kaki, meloncat, memasang kancing baju, sampai berjalan di atas kayu. Untuk kemampuan menggambar, coba deh dilatih menggambar garis lurus, lingkaran, atau persegi. Karena ini bisa ngelatih kepekaan dan konsentrasi anak meniru apa yang harus dikerjakan secara detail.
Perkembangan Perilaku
Pada tahap ini, anak sudah bukan tahap mencontoh perilaku lagi, melainkan sudah ke tahap negosiasi dan membuat aturan baru. Batasan-batasan yang diberikan kita kadang dilanggar, makanya, kita harus pinter-pinter membuat anak terbuka untuk mengungkapkan kenyamanannya.
Aku enggak bilang ini gampang, wong bikin peraturan kan harus ada persetujuan kita sebagai orang tua, dan anak tentunya. Mengikuti perintah dan keharusan mungkin menjadi hal yang sulit buar anak, jadi ya kalau mau ngasih tahu anak, harus dilakukan perlahan dan TERUS-TERUSAN.
Oh iya, lingkungan juga memengaruhi sikap anak. Penting banget membatasi anak dan memberitahu baik buruk yang ia lakukan. Kalau perlu, awasi waktu mereka bermain. Ketika ada interaksi negatif, di sinilah peran kita diperlukan.
Aku sendiri masih selalu ngawasin Alya. Mau dibully, atau ngebully temannya, aku selalu ada dan pasang tameng. Aku berusaha adil. Kalau Alya salah, Alya harus legowo minta maaf. Kalau temennya salah, Alya harus ikhlas memaafkan. Perkara temennya minta maaf atau tidak, semua harus kembali dulu ke Alya. Yang penting Alya baik saja aku sudah bahagia.
Perkembangan Bahasa
Pada umumnya, anak usia 4 tahun mampu berbicara dengan jelas, walaupun kadang ada huruf yang sulit untuk diucapkan, seperti R, S, atau TH. Tapi rata-rata ya sudah enggak cadel lagi. Cuma kalaupun cadel, enggak usah ngeper, karena itu masih dalam tahap wajar hingga usia 6 tahun. Alias masih bisa ditolerir kok. Intinya berikan semangat dan latih terus untuk mempelajari kata-kata baru.
Makanya, rencana ke depan, TK mau aku full-day in. Seenggaknya yang sampai jam 1. Biar aku bisa manage kerjaan. Pagi buat kerja, sore sampai malam main sama Alya.
Oke, aku petakan dulu deh perkembangan anak di usia 4 tahun. Antara lain:
Perkembangan Fisik
Terbagi menjadi dua, yaitu motorik halus dan motorik kasar. Supaya lebih jelas, aku jabarin dulu deh. Motorik kasar adalah gerakan tubuh yang menggunakan otot-otot besar, sebagian besar atau seluruh anggota tubuh, yang dipengaruhi oleh usia, berat badan dan perkembangan anak secara fisik. Misalnya gimana cara dia duduk, menendang, berlari, atau naik turun tangga.
Sedangkan motorik halus adalah kemampuan yang berhubungan dengan keterampilan fisik yang melibatkan otot kecil dan koordinasi mata-tangan. Berbeda dengan motorik kasar, saraf motorik halus dapat dilatih dan dikembangkan melalui kegiatan dan rangsangan secara rutin. Seperti bermain puzzle, menyusun balok, memasukan benda ke dalam lubang sesuai bentuknya dan semacamnya.
Di usia 4 tahun, anak biasanya sudah bisa berdiri dengan satu kaki, meloncat, memasang kancing baju, sampai berjalan di atas kayu. Untuk kemampuan menggambar, coba deh dilatih menggambar garis lurus, lingkaran, atau persegi. Karena ini bisa ngelatih kepekaan dan konsentrasi anak meniru apa yang harus dikerjakan secara detail.
Perkembangan Perilaku
Pada tahap ini, anak sudah bukan tahap mencontoh perilaku lagi, melainkan sudah ke tahap negosiasi dan membuat aturan baru. Batasan-batasan yang diberikan kita kadang dilanggar, makanya, kita harus pinter-pinter membuat anak terbuka untuk mengungkapkan kenyamanannya.
Aku enggak bilang ini gampang, wong bikin peraturan kan harus ada persetujuan kita sebagai orang tua, dan anak tentunya. Mengikuti perintah dan keharusan mungkin menjadi hal yang sulit buar anak, jadi ya kalau mau ngasih tahu anak, harus dilakukan perlahan dan TERUS-TERUSAN.
Oh iya, lingkungan juga memengaruhi sikap anak. Penting banget membatasi anak dan memberitahu baik buruk yang ia lakukan. Kalau perlu, awasi waktu mereka bermain. Ketika ada interaksi negatif, di sinilah peran kita diperlukan.
Aku sendiri masih selalu ngawasin Alya. Mau dibully, atau ngebully temannya, aku selalu ada dan pasang tameng. Aku berusaha adil. Kalau Alya salah, Alya harus legowo minta maaf. Kalau temennya salah, Alya harus ikhlas memaafkan. Perkara temennya minta maaf atau tidak, semua harus kembali dulu ke Alya. Yang penting Alya baik saja aku sudah bahagia.
Perkembangan Bahasa
Pada umumnya, anak usia 4 tahun mampu berbicara dengan jelas, walaupun kadang ada huruf yang sulit untuk diucapkan, seperti R, S, atau TH. Tapi rata-rata ya sudah enggak cadel lagi. Cuma kalaupun cadel, enggak usah ngeper, karena itu masih dalam tahap wajar hingga usia 6 tahun. Alias masih bisa ditolerir kok. Intinya berikan semangat dan latih terus untuk mempelajari kata-kata baru.
Sudah sejak umur 2 tahun, aku ngelatih Alya bercerita
sendiri. Gampangnya gini, aku selalu nanya "tadi ngapain saja sama
teman-teman?" Nah gitu terus, biar Alya juga bisa terbuka sama orang
tuanya. Sekarang, perkembangannya sudah jauh banget. Alya sudah bisa ngarang
cerita saking suka ngomongnya. Dia kayak punya tokoh fiktif di dunia
imajinasinya, namanya Mbak Ellen.
Kalau versi Alya, Mbak Ellen itu enggak mau berbagi, enggak suka mandi, enggak mau sekolah. Nah, beda sama Alya. Alya jadi semangat gitu loh, dan tahu baik buruk sikap yang biasa anak kecil lakukan.
Nah, itu baru perkembangan ya. Alhamdulillah perkembangan Alya normal dan enggak banyak PR-nya. Tapiiii, itu belum perilakunya yang ya ampooon. Kelakuan Alya ini unpredictable dan susah buat ngeredain emosinya. Oke deh daripada lama-lama, aku rekap saja kelakuan Alya yang mungkin kita samaan bundaaa...
1. Gonta ganti baju masih saja berlaku.
Tiap bangun tidur, habis mandi, mau ngaji, mau sekolah, yang dipikirannya adalah "pakai baju apa?". Kami sampai bingung sifat ini nurun dari mana? Wong kami itu seadanya, paling banter ya mix and match biar enggak kelihatan pakai itu-itu saja.
Tiap bangun tidur, habis mandi, mau ngaji, mau sekolah, yang dipikirannya adalah "pakai baju apa?". Kami sampai bingung sifat ini nurun dari mana? Wong kami itu seadanya, paling banter ya mix and match biar enggak kelihatan pakai itu-itu saja.
Alya ini parah deh. Kalau diturutin, sehari bisa gonta-ganti baju sampai 5 kali. Padahal yang biasa pun kami cukup sering ganti bajunya. Pulang sekolah, ganti baju. Nanti habis mandi ganti. Sebelum tidur pakai piyama. Nah, itu menurut Alya masih kurang tuh. Kadang masih seenaknya saja ambil baju dan pakai sendiri. Ya iya sih, sudah bisa pakai sendiri wong umurnya saja sudah mau 4 tahun. Tapi kan siapa yang nyuci dan setrika. Berjibun loh bundaaa.
Baca juga: Selera Berpakaian Alya
Jadi di sini akan kusimpulkan saja, ini bukan fase melainkan sifat aslinya. Hiya hiya.
Baca juga: Selera Berpakaian Alya
Jadi di sini akan kusimpulkan saja, ini bukan fase melainkan sifat aslinya. Hiya hiya.
2. Alya sudah bisa tidur sendiri dan merasa sudah besar.
Sudah aku ceritain ya, kalau Alya berhasil tidur sendiri. Ini murni karena ketidaksengajaan dan tidak direncanakan. Baca dulu deh ceritanya di sini.
Sepanjang malam, paling kalau kebangun, minta pipis atau minta minum. Selebihnya nyenyak nyak. Itu poin plus-nya. Point minusnya, aku jadi enggak bisa lagi pakai acara ngancem-ngancem segala kalau Alya rewel. Dulu kan ngak ngek dikit aku hitungin. Kalau sampai 5 kali lebih, tidur sendiri. Di situ Alya takut tuh, takutnya karena dia enggak nyaman kalau enggak bobok ditengah antara Papa dan Mama.
Nah, sekarang dia ngerasa besar karena berhasil melawan ketakutannya. Dan berimbas ke segala sesuatu yang dia lakukan. Iya, saking ngerasa mandiri dan sudah bisa apa-apa sendiri, jadi ya dia kadang makin semaunya.
3. Alya masih tantrum.
Enggak sering sih aslinya. Cuma kalau sedang mbuh-nya kumat dan maunya apa enggak diturutin, biasanya strategi ini yang akan dilakukan. But sekali lagi, dia sudah bisa mengelola emosinya sendiri. Aku paling bilang "Alya kenapa nangis? Mau nangis dulu?" Lalu dijawab Alya, "Maaaa... peluuuuk". Baru setelah dia ngerasa tenang, akan bercerita, apa yang dia rasakan, dan maunya apa.
Soalnya aku juga memberlakukan delay gratification. Enggak semua yang dia minta simsalabim langsung ada di depan mata. Bahkan terkadang, kita harus merasakan kecewa karena apa yang kita minta, enggak tercapai sepenuhnya.
Mungkin bagi sebagian orang, ini adalah hal yang 'enggak dilakukan enggak apa-apa kan bunda, wong ngasih apa yang dia minta kan enggak ada salahnya'. Tapi, kalau bagi kami, keinginan itu bukan cuma sekadar barang loh, bisa jadi soal cinta, sampai kepuasan. Yang susah nih yang kayak gini. Aku enggak mau nantinya Alya jadi anak yang maksaan dan ngebully orang tuanya. Kalau enggak diturutin marah. Marah ngamuk.
Ada kan yang maksa minta motor, begitu enggak diturutin ngamuk sampai tega bakar rumah keluarga?
Ini saja Alya kalau ngamuk ngeri kok. Sampai kami ngejulukinya Venom. Kelihatannya diam, anteng, ramah, padahal senggol dikit, langsung keluar monsternya.
Aku sih masih berusaha banget supaya dia bisa melampiaskan emosinya ke hal lain. Seperti menguras tenaganya dengan olahraga, main sepeda di komplek, bikin ketrampilan tangan, atau ngajak dia turut mengerjakan pekerjaan rumah tangga.
4. Alya jadi rebutan
Yang cerita malah dari tetangga. Dia bilang, kalau beberapa kali ngelihat Alya diajak ngegap sini ngegap sana. Mau ngakak tapi kok gimana. Dipikir-pikir, Alya kan mood-nya gampang berubah, terus sikapnya jadi enggak jelas, kadang baik, kadang juga nyebelin. Aku enggak tahu letak di mana Alya disenengin teman-teman. Kemungkinan terbesar, karena Alya enggak pelit berbagi mainan atau makanan, dan bisa ngelucu.
Aku pernah sih lihat sendiri. Alya sama teman-teman mainan tenda-tendaan, dan salah satu temannya nyuruh Alya jadi hantu. Beneran itu Alya mau dan enggak ada masalah gitu loh. Yang penting semua senang, semua ketawa.
5. Bullying
Pernah dibully, pernah juga ngebully. Kalau dibully, sekarang dia bisa speak up, kadang bales ngomongin tanpa harus fight back. Sementara kalau ngebully, lebih sering karena dia ngerasa diganggu duluan. Enggak jarang deh, Alya berani bentak, pukul, cubit, dan itu tadi yang mengerikan: VENOMnya keluar.
Masih jadi PR juga nih, mengingat anak-anak itu ritme bermainnya ya kayak gitu. Yang lebih lucu lagi, misal pagi berantem, nanti siangnya juga baikan lagi. Mungkin yang perlu ditekankan malah orang tua kali ya. Jangan baperan dan harus bisa mengatasi bullying ini secara tepat.
Oh iya, selain sama teman, Alya bisa dikatakan satu dua kali hampir mau ngebully kami. Semacam: "Mama ambilin minuuum" atau "Papa temenin Alya aja enggak usah kerja". itu pakai ngebentak masa'.
Untung kami kompak, jangan sampai kami kalah set. Hal-hal yang kayak gini yang harus segera mungkin diluruskan. Okelah kalau dia lagi lemes, bangun tidur, atau ngomongnya baik-baik, lah tapi kalau nyuruh-nyuruh kasar seperti itu, apa kami enggak terpancing emosi. Duh biyuuung.
Sekali kami lengah dan ngebiarin Alya ngebentak kami buat ngambilin sesuatu yang dia minta tadi, balik lagi nanti jadi kayak poin 2. Alya kudu bisa berdamai dengan dirinya. Lagian dia juga bisa sendiri, ngapain harus minta tolong? Males? Walah, baru kecil sudah males gimana besarnya coba?
Masih banyak yang harus aku kejar selain perkembangan fisik. Sosio emosi dan kognitifnya juga penting loh. Jangan tertekan pada "oh anakku sudah bisa loncat lari, padahal mengungkapkan emosinya saja belum bisa". Ini beneran loh, mengenalkan emosi juga harus selalu dilakukan, jangan bosen-bosen sounding. Karena sesuai kata orang, punya anak itu harus sabar dan ikhlas. Enggak tahu deh sampai kapan endingnya.
Jadi intinya, anak satu saja masih selalu bikin aku belajar kok, gimana anak dua, apa enggak makin emosi jiwa, hehehe. Anak itu tanggungjawab kita, otoritas pun ada ditangan kita. Samaan kok, aku juga pengen, Alya jadi anak yang baik dan sehat, sesuai dengan perkembangannya.
Sebagai penutup, nih yang bilang Alya termasuk anak yang gampang diatur dan enggak rewelan. Enggak ada sih aslinya, yang bikin anak, mak bedunduk bayi sudah dalam keadaan baik dan pintar. Semua tuh butuh usaha bundaa.
Salam!
Sudah aku ceritain ya, kalau Alya berhasil tidur sendiri. Ini murni karena ketidaksengajaan dan tidak direncanakan. Baca dulu deh ceritanya di sini.
Sepanjang malam, paling kalau kebangun, minta pipis atau minta minum. Selebihnya nyenyak nyak. Itu poin plus-nya. Point minusnya, aku jadi enggak bisa lagi pakai acara ngancem-ngancem segala kalau Alya rewel. Dulu kan ngak ngek dikit aku hitungin. Kalau sampai 5 kali lebih, tidur sendiri. Di situ Alya takut tuh, takutnya karena dia enggak nyaman kalau enggak bobok ditengah antara Papa dan Mama.
Nah, sekarang dia ngerasa besar karena berhasil melawan ketakutannya. Dan berimbas ke segala sesuatu yang dia lakukan. Iya, saking ngerasa mandiri dan sudah bisa apa-apa sendiri, jadi ya dia kadang makin semaunya.
3. Alya masih tantrum.
Enggak sering sih aslinya. Cuma kalau sedang mbuh-nya kumat dan maunya apa enggak diturutin, biasanya strategi ini yang akan dilakukan. But sekali lagi, dia sudah bisa mengelola emosinya sendiri. Aku paling bilang "Alya kenapa nangis? Mau nangis dulu?" Lalu dijawab Alya, "Maaaa... peluuuuk". Baru setelah dia ngerasa tenang, akan bercerita, apa yang dia rasakan, dan maunya apa.
Soalnya aku juga memberlakukan delay gratification. Enggak semua yang dia minta simsalabim langsung ada di depan mata. Bahkan terkadang, kita harus merasakan kecewa karena apa yang kita minta, enggak tercapai sepenuhnya.
Mungkin bagi sebagian orang, ini adalah hal yang 'enggak dilakukan enggak apa-apa kan bunda, wong ngasih apa yang dia minta kan enggak ada salahnya'. Tapi, kalau bagi kami, keinginan itu bukan cuma sekadar barang loh, bisa jadi soal cinta, sampai kepuasan. Yang susah nih yang kayak gini. Aku enggak mau nantinya Alya jadi anak yang maksaan dan ngebully orang tuanya. Kalau enggak diturutin marah. Marah ngamuk.
Ada kan yang maksa minta motor, begitu enggak diturutin ngamuk sampai tega bakar rumah keluarga?
Ini saja Alya kalau ngamuk ngeri kok. Sampai kami ngejulukinya Venom. Kelihatannya diam, anteng, ramah, padahal senggol dikit, langsung keluar monsternya.
Aku sih masih berusaha banget supaya dia bisa melampiaskan emosinya ke hal lain. Seperti menguras tenaganya dengan olahraga, main sepeda di komplek, bikin ketrampilan tangan, atau ngajak dia turut mengerjakan pekerjaan rumah tangga.
4. Alya jadi rebutan
Yang cerita malah dari tetangga. Dia bilang, kalau beberapa kali ngelihat Alya diajak ngegap sini ngegap sana. Mau ngakak tapi kok gimana. Dipikir-pikir, Alya kan mood-nya gampang berubah, terus sikapnya jadi enggak jelas, kadang baik, kadang juga nyebelin. Aku enggak tahu letak di mana Alya disenengin teman-teman. Kemungkinan terbesar, karena Alya enggak pelit berbagi mainan atau makanan, dan bisa ngelucu.
Aku pernah sih lihat sendiri. Alya sama teman-teman mainan tenda-tendaan, dan salah satu temannya nyuruh Alya jadi hantu. Beneran itu Alya mau dan enggak ada masalah gitu loh. Yang penting semua senang, semua ketawa.
5. Bullying
Pernah dibully, pernah juga ngebully. Kalau dibully, sekarang dia bisa speak up, kadang bales ngomongin tanpa harus fight back. Sementara kalau ngebully, lebih sering karena dia ngerasa diganggu duluan. Enggak jarang deh, Alya berani bentak, pukul, cubit, dan itu tadi yang mengerikan: VENOMnya keluar.
Masih jadi PR juga nih, mengingat anak-anak itu ritme bermainnya ya kayak gitu. Yang lebih lucu lagi, misal pagi berantem, nanti siangnya juga baikan lagi. Mungkin yang perlu ditekankan malah orang tua kali ya. Jangan baperan dan harus bisa mengatasi bullying ini secara tepat.
Oh iya, selain sama teman, Alya bisa dikatakan satu dua kali hampir mau ngebully kami. Semacam: "Mama ambilin minuuum" atau "Papa temenin Alya aja enggak usah kerja". itu pakai ngebentak masa'.
Untung kami kompak, jangan sampai kami kalah set. Hal-hal yang kayak gini yang harus segera mungkin diluruskan. Okelah kalau dia lagi lemes, bangun tidur, atau ngomongnya baik-baik, lah tapi kalau nyuruh-nyuruh kasar seperti itu, apa kami enggak terpancing emosi. Duh biyuuung.
Sekali kami lengah dan ngebiarin Alya ngebentak kami buat ngambilin sesuatu yang dia minta tadi, balik lagi nanti jadi kayak poin 2. Alya kudu bisa berdamai dengan dirinya. Lagian dia juga bisa sendiri, ngapain harus minta tolong? Males? Walah, baru kecil sudah males gimana besarnya coba?
Masih banyak yang harus aku kejar selain perkembangan fisik. Sosio emosi dan kognitifnya juga penting loh. Jangan tertekan pada "oh anakku sudah bisa loncat lari, padahal mengungkapkan emosinya saja belum bisa". Ini beneran loh, mengenalkan emosi juga harus selalu dilakukan, jangan bosen-bosen sounding. Karena sesuai kata orang, punya anak itu harus sabar dan ikhlas. Enggak tahu deh sampai kapan endingnya.
Jadi intinya, anak satu saja masih selalu bikin aku belajar kok, gimana anak dua, apa enggak makin emosi jiwa, hehehe. Anak itu tanggungjawab kita, otoritas pun ada ditangan kita. Samaan kok, aku juga pengen, Alya jadi anak yang baik dan sehat, sesuai dengan perkembangannya.
Sebagai penutup, nih yang bilang Alya termasuk anak yang gampang diatur dan enggak rewelan. Enggak ada sih aslinya, yang bikin anak, mak bedunduk bayi sudah dalam keadaan baik dan pintar. Semua tuh butuh usaha bundaa.
Salam!
4 komentar
Hahahha Alya kenapa melotot gitu. Seru baca perkembangannya bisa jadi referensi kalau Mukhlas umur segitu nanti. Sehat-sehat terus ya cah Ayu :)
ReplyDeleteHahahaa aku lihat foti terakhirnya lucuu pakai adegan melotot. Hahaa. Perkembangan anak belajar makin bagus setiap tahun ya. Selamat 4 tahun ya anak cantik
ReplyDelete🤭🤭 malah dipelototin Alya. Padahal baca sampai habis loh. Seru juga ya Alya bisa main bareng temen-temennya. Karena banyak anak-anak tetangga yang saya liat, malah sering mainnya sama Tablet. 😳 .. asyik sendiri sama Gadget 😬
ReplyDeletehai mba, anakku juga mau 4 tahun, dan beda bgt sama emaknya dulu yg malesan, terlalu ngebet masuk sekolah padahal emaknya ini pengin dia masuk pas 4 tahun aja hahaha..jadi akhirnya diturutin masuk PAUD ketika usianya 3,5 th. sedikit mirip seperti alya suka gonta ganti baju apalagi kalo basah sedikit, tantrum juga begitu selau terakhir kata yang dia bilang "mak..peluk" baru deh dia cerita heheh..:)
ReplyDeletemmg sih membentuk pribadi anak itu gak simsalabim ya mba butuh proses dan usaha