REHAT
Fiuh, bisa ngeblog juga nih. Capeknya bukan main. Mana Suami dan Alya kompak sakit flu yang enggak kunjung sembuh selama 2 mingguan. Padahal sudah ke Dokter, sudah pijet segala macam, masih awet batuk pileknya. Di samping cuaca lagi lembap-lembapnya, mungkin juga karena kemarenan kami intens pergi-pergi terus, jadi ya sakitnya macam akumulasi gitu.
Rutinitas kami memang kayak biasanya kok. Sudah terbiasa apa-apa ngerjain sendiri. Nyuci, masak, momong, kerja di rumah, seperti yang biasa kalian baca di blog ini lah. Tapi yang bikin gayeng nih, dalam rangka datang ke nikahan saudara di Semarang, mertuaku datang! Komplit sama adek ipar kecuali satu yang di Jakarta. Tahu apa artinya?
Yak, selama itu pula kami sibuk dua belas kali lipat dari biasanya.
Nikahan saudara tuh tanggal 2 maret, tapi mertua datang kesini seminggu sebelumnya, hingga acara usai, plus hari-hari setelahnya, sekalian jalan-jalan di jawa. Ya maklum sih, kalau sekali pergi, sekalian gitu. Yang datengin adeknya lah, yang ke akikahan saudara lah, sampai nunggu ulang tahun cucu yang baru satu-satunya ini. Iya, Alya kan tanggal 24 maret ini ulang tahun, mungkin mau sekalian ngerayain. Soalnya ulang tahun Alya bertepatan dengan ulang tahun pernikahan mertua. Jadi ya gitu deh. Perkara sampai kapan di sini, nomor kesekian. Bahkan ada wacana mau lebaran di jawa.
Jujur saja, masalah terbesar dan terberat bagi kami yang berstatus freelancer, adalah waktu.
Orang tua kami yang terbiasa bekerja 8 to 5, jadi agak aneh ketika menemukan kami bekerja di rumah. Dipikirnya mungkin kami itu slow, kapan saja ready to go, dan gawean bisa diselesaikan nanti-nanti. Wong ya di rumah ini. Mumpung ada orang tua dan kumpul-kumpul, kan kapan lagi?
Nah ini nih yang kayaknya susah banget dilurusin. Ritme freelancer kan beda sama pegawai kantoran yak. Memang, soal tempat dan waktu itu fleksibel. Tapi kalau makin kita nunda kerjaan ya makin nanti-nanti duitnya cair. Sedangkan freelancer kan sebetulnya enggak punya jadwal cuti pasti. Namanya juga serabutan, makanya kalau ada proyek ya sebisa mungkin kudu cepet digarap.
Kendala kedua adalah uang.
Kami lagi jengkel-jengkelnya nih sama termin pembayaran. Intinya kami pengen gitu tiap bulan ada pemasukan tetap, pasti, dan jumlahnya stabil. Bagaimana caranya supaya gajian rutin? Ya kami punya bendera buat menclok dan berharap lebih. Seperti misalnya, aku direkrut as a freelance writer oleh sebuah production house. Dari awal, aku sudah rundingan bagaimana cara aku bekerja dan bagaimana cara aku dibayar. Aku kasih tawaran bahwa tiap bulan aku sanggup mengerjakan berapa banyak naskah. Dan aku minta pembayaran rutin tiap awal bulan. Anggap saja kayak pegawai, hanya saja aku ngerjainnya remote dari rumah.
Suami lain lagi. Dia aku kasih batasan dan aturan. Pokoknya tiap bulan HARUS ada pemasukan dengan jumlah sekian. Kurang dari itu, kejar di bulan berikutnya. Tampak kejam sih, tapi kalau enggak gini, gimana kita hidup? Wong jadi freelancer sudah jadi pilihan kami kok. Tanggung jawabnya besar, mana sudah punya anak pula.
Kenapa kami jengkel? Karena beberapa klien seenak udel kalau ngasih termin. Kadang kalau nagih pun berasa ngemis, enggak ditagih invoice enggak cair. Modyar! Mau berantem tapi kok enggak level. Jadi kami mah masih diem, sambil berdoa supaya jalan ke proyek lain terbuka lebar.
Nah, bagaimana kalau ritme kami ini mendadak harus berubah, seperti misal mertua datang?
Runyam pasti. Aku yang terbiasa berbagi kerjaan tiap pagi, siang, sore, malam, harus bersedia meluangkan waktu ekstra dan terkadang: MENDING ENGGAK KERJA SAJA DEH! Serius.
Aku sama Suami jatuhnya sering gunting batu kertas. Mana yang paling penting dikerjakan, nah, itu duluan. Tapi seringnya aku yang ngalah, kraaay.
Kalau aku dipaksakan nulis, kondisi di rumah lagi enggak mendukung alias rame banget. Yang TV nyala keras-keras, yang Alya teriak-teriak, atau yang pasti dimintain tolong sekadar yang cuma nanya "terasi dimana ya mbak?" T.T
Namun, ada yang harus digarisbawahi ketika keadaan sudah enggak memungkinkan bekerja lagi. Apa tuh? Ya jelas spare uang lebih banyak. Karena ketika kita enggak ngapa-ngapain, otomatis kerjaan ikut mandeg. Kerjaan mandeg? Jangan harap uang tetap mengalir, kecuali kita sudah pinter bisnis pasive income. Ini reinno barrack bukan, berani-beraninya ngomongin pasive income. Sontoloyo.
Oke, back to reality ya. Yang pegawai saja, misalpun cuti kan dibatasin. Apalagi yang freelancer awam yang masih berjuang mati-matian gini. Gimana pun juga harus pintar-pintar manage waktu. Kalau biasanya bangun masih kudu golar-goler, kini harus ekstra. Bangun ya langsung cak cek, masak, nyuci, ngepel, baru ngurus Alya. Nanti sebelum tidur, juga harus ekstra beres-beres karena orang di rumah makin banyak.
Sekarang, moment mertua datang, aku anggap saja sebagai hal yang enggak perlu diambil pusing. Anggap saja lagi disuruh istirahat karena kebanyakan begadang dan kerjaan yang datang silih berganti. Capek kan kerja mikir terus. Yaaah walaupun kerjaannya berubah jadi nemenin jalan-jalan, masak, nyuci, setrika, ngobrol ngalor ngidul. Hecticnya lebih gila, tapi seenggaknya bisa nyenengin orang tua. Hahaha.
Well, mungkin jadi seorang freelancer enggak akan bisa dinalar oleh mereka, sampai kapan pun. Hanya saja aku yakin, lewat pemahaman pelan-pelan, insyaallah semua bisa berjalan lancar.
Perkara duit, ya memang sih, percaya sama Gusti. Tapi habis ini, aku pasti gempur-gempur juga sambil begadang tiap malam. Ada proyek kecil-kecil pun sikat. Buat nutup yang kemaren-kemaren bolong. Ya begitulah. Enggak ada kerjaan yang enak kan di dunia ini?
Rutinitas kami memang kayak biasanya kok. Sudah terbiasa apa-apa ngerjain sendiri. Nyuci, masak, momong, kerja di rumah, seperti yang biasa kalian baca di blog ini lah. Tapi yang bikin gayeng nih, dalam rangka datang ke nikahan saudara di Semarang, mertuaku datang! Komplit sama adek ipar kecuali satu yang di Jakarta. Tahu apa artinya?
Yak, selama itu pula kami sibuk dua belas kali lipat dari biasanya.
Jujur saja, masalah terbesar dan terberat bagi kami yang berstatus freelancer, adalah waktu.
Orang tua kami yang terbiasa bekerja 8 to 5, jadi agak aneh ketika menemukan kami bekerja di rumah. Dipikirnya mungkin kami itu slow, kapan saja ready to go, dan gawean bisa diselesaikan nanti-nanti. Wong ya di rumah ini. Mumpung ada orang tua dan kumpul-kumpul, kan kapan lagi?
Nah ini nih yang kayaknya susah banget dilurusin. Ritme freelancer kan beda sama pegawai kantoran yak. Memang, soal tempat dan waktu itu fleksibel. Tapi kalau makin kita nunda kerjaan ya makin nanti-nanti duitnya cair. Sedangkan freelancer kan sebetulnya enggak punya jadwal cuti pasti. Namanya juga serabutan, makanya kalau ada proyek ya sebisa mungkin kudu cepet digarap.
Kendala kedua adalah uang.
Kami lagi jengkel-jengkelnya nih sama termin pembayaran. Intinya kami pengen gitu tiap bulan ada pemasukan tetap, pasti, dan jumlahnya stabil. Bagaimana caranya supaya gajian rutin? Ya kami punya bendera buat menclok dan berharap lebih. Seperti misalnya, aku direkrut as a freelance writer oleh sebuah production house. Dari awal, aku sudah rundingan bagaimana cara aku bekerja dan bagaimana cara aku dibayar. Aku kasih tawaran bahwa tiap bulan aku sanggup mengerjakan berapa banyak naskah. Dan aku minta pembayaran rutin tiap awal bulan. Anggap saja kayak pegawai, hanya saja aku ngerjainnya remote dari rumah.
Suami lain lagi. Dia aku kasih batasan dan aturan. Pokoknya tiap bulan HARUS ada pemasukan dengan jumlah sekian. Kurang dari itu, kejar di bulan berikutnya. Tampak kejam sih, tapi kalau enggak gini, gimana kita hidup? Wong jadi freelancer sudah jadi pilihan kami kok. Tanggung jawabnya besar, mana sudah punya anak pula.
Kenapa kami jengkel? Karena beberapa klien seenak udel kalau ngasih termin. Kadang kalau nagih pun berasa ngemis, enggak ditagih invoice enggak cair. Modyar! Mau berantem tapi kok enggak level. Jadi kami mah masih diem, sambil berdoa supaya jalan ke proyek lain terbuka lebar.
Nah, bagaimana kalau ritme kami ini mendadak harus berubah, seperti misal mertua datang?
Runyam pasti. Aku yang terbiasa berbagi kerjaan tiap pagi, siang, sore, malam, harus bersedia meluangkan waktu ekstra dan terkadang: MENDING ENGGAK KERJA SAJA DEH! Serius.
Aku sama Suami jatuhnya sering gunting batu kertas. Mana yang paling penting dikerjakan, nah, itu duluan. Tapi seringnya aku yang ngalah, kraaay.
Kalau aku dipaksakan nulis, kondisi di rumah lagi enggak mendukung alias rame banget. Yang TV nyala keras-keras, yang Alya teriak-teriak, atau yang pasti dimintain tolong sekadar yang cuma nanya "terasi dimana ya mbak?" T.T
Namun, ada yang harus digarisbawahi ketika keadaan sudah enggak memungkinkan bekerja lagi. Apa tuh? Ya jelas spare uang lebih banyak. Karena ketika kita enggak ngapa-ngapain, otomatis kerjaan ikut mandeg. Kerjaan mandeg? Jangan harap uang tetap mengalir, kecuali kita sudah pinter bisnis pasive income. Ini reinno barrack bukan, berani-beraninya ngomongin pasive income. Sontoloyo.
Oke, back to reality ya. Yang pegawai saja, misalpun cuti kan dibatasin. Apalagi yang freelancer awam yang masih berjuang mati-matian gini. Gimana pun juga harus pintar-pintar manage waktu. Kalau biasanya bangun masih kudu golar-goler, kini harus ekstra. Bangun ya langsung cak cek, masak, nyuci, ngepel, baru ngurus Alya. Nanti sebelum tidur, juga harus ekstra beres-beres karena orang di rumah makin banyak.
Sekarang, moment mertua datang, aku anggap saja sebagai hal yang enggak perlu diambil pusing. Anggap saja lagi disuruh istirahat karena kebanyakan begadang dan kerjaan yang datang silih berganti. Capek kan kerja mikir terus. Yaaah walaupun kerjaannya berubah jadi nemenin jalan-jalan, masak, nyuci, setrika, ngobrol ngalor ngidul. Hecticnya lebih gila, tapi seenggaknya bisa nyenengin orang tua. Hahaha.
Well, mungkin jadi seorang freelancer enggak akan bisa dinalar oleh mereka, sampai kapan pun. Hanya saja aku yakin, lewat pemahaman pelan-pelan, insyaallah semua bisa berjalan lancar.
Perkara duit, ya memang sih, percaya sama Gusti. Tapi habis ini, aku pasti gempur-gempur juga sambil begadang tiap malam. Ada proyek kecil-kecil pun sikat. Buat nutup yang kemaren-kemaren bolong. Ya begitulah. Enggak ada kerjaan yang enak kan di dunia ini?
0 komentar