ME VERSUS MY DAUGHTER
Alya bisa bilang kalau dia dekat sama papa mama. Sukanya dua-dua, alias dia ada ditengah, dipeluk, sambil kruntelan bertiga. Tapi, akhir-akhir ini, kalau sudah urusan ngamuk dan marah, yang dicari tetap papanya! Bahkan kalau aku lagi badmood terus nggrundel ke Suami, dia bakal belain dan bilang, "Mama jangan marah-marah.. Itu kan Papanya Alya"
Baik, finally ada juga fase di mana aku sering kontra sama Alya. Yuk selesaikan.
Kesalahan terbesar yang paling sering aku lakukan adalah, aku tuh sering lepas kontrol dan enggak lihat-lihat kalau sedang kesal. Mostly akan aku luapkan biar cepat kelar. Yang dulu katanya bisa lebih kalem semenjak punya anak, buyar seketika. Bukan bermaksud bohong sih, enggak. Pernah ada beberapa waktu aku legowo dan bisa nerima kenyataan kalau enggak sesuai planning. Tapi yang namanya hidupnya, ada saja naik turunnya. Termasuk emosi ini.
Bayangin saja, aku sekarang kerjanya ambil double. Nulis di dua production house secara kontrak, belum lagi maruk kalau ada tawaran bikin naskah lain, dengan catatan, timing-nya pas. Semaruk-maruknya aku, kalau waktunya mepet dan bareng sama kerjaan utamaku, aku bakal tolak. Nah, saking banyaknya kerjaan ini ngaruhnya ke rumah tangga. Padahal mah, kerja juga buat siapa kalau bukan buat kami semua? Yak langsung perhitungan.
Kadang aku tuh lagi asyik konsen sama nulis gitu, tiba-tiba Alya bisa ngerengek dan ngajak main. Atau ada kalanya aku capek pengen istirahat, Alya ngajakkin temen-temen sekomplek masuk rumah dan rame banget. Sebenernya sudah cukup ke-handle dan sudah biasa, tapi yang namanya kalau sudah capek, ketambahan bokek, ya wes, sungutku langsung keluar.
Alya paham sih kalau aku lagi kerja, tapi kelemahan Alya enggak bisa main sendirian. Solusinya bagaimana?? Ya sodorin gadget. Paling enggak sampai 30 menit, dia bosan, lalu ngajak main lagi. Aku masih kerja, ya akhirnya ribut. Aku marah, Alya ikutan rewel dan nangis. Gitu terus polanya. Lha kalau sudah begini, mikir sih, Alya ini full day terus saja apa gimanaaa???
Lain sama Suamiku, dia cenderung lebih cepet meladeni Alya. Termasuk segala mau Alya. Yang ini agak gokil sih, karena beberapa kali kami jadi enggak sinkron di depan anak dan eyel-eyelan. Misalnya nih. Baru saja kejadian, salah satu boneka Alya ketinggalan di tempat eyang. Buat yang belum tahu, Alya nih dari dulu seneng bawa toys kemana-mana. Entah itu boneka, robot, atau pulpen kecil. Enggak tahu deh, pokoknya yang penting ada pegangan. Tapi, dia enggak sakau sama 'barang simpenan' sebetulnya. Kadang ketinggalan dan kadang lupa bawa juga enggak masalah.
Naaaah, kemarin itu dia nangis kejer dan nyari-nyari boneka kesayangannya. Rumah mama enggak begitu jauh sih dari rumah, cuma kalau malam, jalannya gelap banget. Maklum, rumah di desa. Dan posisi waktu itu sudah jam setengah 9 malam. Bayangkan! Ya ampun Alya.
Alya minta ke aku enggak aku turutin. Tiba-tiba, Suamiku bilang, "ya sudah..papa ambilin buat Alya". Dungjreeeng!! Aku langsung kaget dan bingung sendiri. Karena aku sebetulnya pengen nekanin konsep bahwa apa yang diinginkan Alya, enggak melulu langsung terpenuhi. Lha ini Suamiku malah dengan enjoy-nya ngasih solusi. Kalau diturutin, yass! Papa is My Hero, Mama enggak bisa berkutik lagi kyaaa!!!
Mungkin karena ngelihat aku enggak enak dan kesal, Suamiku lalu bilang ke Alya gini,"sana sama Mama. Mama lebih bisa mengatasimu" Untungnya Suami-ku segera tanggap sih, kalau niatan aku baik.
Lalu aku ajak Alya ke kamar. Biaaar nangis kejer, biar di denger orang sekomplek, aku tetap cuek, yang penting selesai, enggak berlarut-larut. Habis itu aku bilang ke anaknya, "Alya, ini sudah jam setengah 9, apa kamu enggak kasihan lihat Papa malam-malam ke rumah eyang, mana gelap dan dingin? Toh kamu masih punya boneka lain yang banyak" Alya tetep nangis. Dia masih ngeyel kalau dia sayang sama boneka yang satu itu. Biasa dipakai buat tidur.
Aku enggak kehilangan akal, aku terus menata boneka-bonekanya dan act seperti pentas boneka. Aku bilang ke Alya dengan bonekanya, "Alya..aku kan temanmu juga, aku bisa nemenin kamu kapan saja. Enggak usah sedih, di sana boneka itu aman sama eyang. Besok kita ambil sama-sama"
Ternyata guys, enggak sampai 5 menit, anaknya diam! Jawab pertanyaan, dan lupa sama kesedihannya. Alya langsung memeluk bonekanya yang ada di kamarnya dan langsung maianan. Aku cuma bisa geleng-geleng kepala dan kenapa tadi ribet amat yaaak huhuhu...
Di lain waktu, aku pernah dapat tawaran konten tentang anak, tapi syaratnya adalah aku harus foto sama anak. Aku sudah izin sama Alya, apakah Alya mau? Alya jawab mau, tanpa babibu. Tibalah saatnya kami foto, sudah lengkap sama baju berwarna senada, dan sejak pagi sudah aku sayang-sayang mulu biar mood-nya terjaga seharian. Suamipun siap motret. Giliran shutter dipencet, wajahnya njegadul marah dan seketika bad mood tanpa aba-aba. Aku bujuk rayu lagi, aku ajak becanda anaknya tetap tidak menunjukkan tanpa ingin senyum. 30 menit kemudian hampir give up, aku minta Suami motret candid. Wes biar, mau jelek, mau senyum, nanti cari yang pas saja.
Begitu selesai, tahu apa? Bocahnya kembali senyum. Tak tanyain kenapa tadi cemberut, jawabnya cuma, "ya anak-anak memang gitu ma". Tapi heran, kalau diajak foto sama Bapaknya, ketawanya selalu lepas, terlihat bahagia. Sampai semua kompak bilang, "Alya memang lebih dekat sama Papanya". Habis itu aku kapok ngajakin Alya foto lagi. Eeeeh, kejadian juga nih, belum lama ini kita kan jalan-jalan ya sekomplek, nah, Alya ini moodnya seneeeng banget. Sampai di tempat makan, mendadak dia bilang, "Ma, ayok foto". Antara percaya atau tidak, foto-foto kami baguuus. Lucu-lucu. Dan terlihat Ibu dan Anak pada umumnya LOL. But to be honest, sampai sekarang aku enggak bisa tebak-tebak buah manggis sama moodnya Alya. Wes lah, biarkan saja dia yang terbuka tentang perasaannya.
Aku memang kayak enggak mau kalah sih sama Alya, tapi aku punya otoritas, aku ngajarin dia yang baik-baik supaya hasilnya juga baik. Ada kalanya aku pegang kendali sama sikapnya, tapi ada kalanya aku jadi temennya yang mampu mendengarkan keluh kesahnya ketika dia sedih atau kecewa.
Di lain waktu, aku pernah dapat tawaran konten tentang anak, tapi syaratnya adalah aku harus foto sama anak. Aku sudah izin sama Alya, apakah Alya mau? Alya jawab mau, tanpa babibu. Tibalah saatnya kami foto, sudah lengkap sama baju berwarna senada, dan sejak pagi sudah aku sayang-sayang mulu biar mood-nya terjaga seharian. Suamipun siap motret. Giliran shutter dipencet, wajahnya njegadul marah dan seketika bad mood tanpa aba-aba. Aku bujuk rayu lagi, aku ajak becanda anaknya tetap tidak menunjukkan tanpa ingin senyum. 30 menit kemudian hampir give up, aku minta Suami motret candid. Wes biar, mau jelek, mau senyum, nanti cari yang pas saja.
Begitu selesai, tahu apa? Bocahnya kembali senyum. Tak tanyain kenapa tadi cemberut, jawabnya cuma, "ya anak-anak memang gitu ma". Tapi heran, kalau diajak foto sama Bapaknya, ketawanya selalu lepas, terlihat bahagia. Sampai semua kompak bilang, "Alya memang lebih dekat sama Papanya". Habis itu aku kapok ngajakin Alya foto lagi. Eeeeh, kejadian juga nih, belum lama ini kita kan jalan-jalan ya sekomplek, nah, Alya ini moodnya seneeeng banget. Sampai di tempat makan, mendadak dia bilang, "Ma, ayok foto". Antara percaya atau tidak, foto-foto kami baguuus. Lucu-lucu. Dan terlihat Ibu dan Anak pada umumnya LOL. But to be honest, sampai sekarang aku enggak bisa tebak-tebak buah manggis sama moodnya Alya. Wes lah, biarkan saja dia yang terbuka tentang perasaannya.
Aku memang kayak enggak mau kalah sih sama Alya, tapi aku punya otoritas, aku ngajarin dia yang baik-baik supaya hasilnya juga baik. Ada kalanya aku pegang kendali sama sikapnya, tapi ada kalanya aku jadi temennya yang mampu mendengarkan keluh kesahnya ketika dia sedih atau kecewa.
Karena itulah, sekarang aku makin sering ajak Alya pillow talk. Menurutku, waktu sebelum tidur itu adalah waktu yang tepat untuk kita berkomunikasi dari hati ke hati. Sekadar tanya kayak: Alya hari ini ngapain, atau senang enggak, atau tadi kenapa nangis? Pertanyaan seperti ini sangat sensitif dan berguna untuk memastikan anaknya baik-baik saja.
Lucunya, Alya ini selalu nangis kalau sudah gini. Terus dia jadi sering bilang, "mama jangan tua ya ma. Alya sedih kalau Mama tua, nanti Alya enggak bisa main sama Mama" sambil meluk aku. Nangisnya itu nangis sesenggukan gitu dan terlihat tulus dari dalem hati. Alya juga sering minta maaf sama aku kalau dia kadang marah, cerita kenapa dia kesal, sampai ngaku kalau dia enggak suka sama sesuatu.
Aku senang sih, walaupun kadang tampak kontra sama aku, tapi urusan terbuka tetap nomor satu. Alya bisa terima apa yang jadi kelu kesahnya kalau kami sudah bicara dari hati ke hati. Gimanapun juga, aku Ibunya yang sadar diri, gimanapun juga harus memberikan yang terbaik buat Alya.
Lucunya, Alya ini selalu nangis kalau sudah gini. Terus dia jadi sering bilang, "mama jangan tua ya ma. Alya sedih kalau Mama tua, nanti Alya enggak bisa main sama Mama" sambil meluk aku. Nangisnya itu nangis sesenggukan gitu dan terlihat tulus dari dalem hati. Alya juga sering minta maaf sama aku kalau dia kadang marah, cerita kenapa dia kesal, sampai ngaku kalau dia enggak suka sama sesuatu.
Aku senang sih, walaupun kadang tampak kontra sama aku, tapi urusan terbuka tetap nomor satu. Alya bisa terima apa yang jadi kelu kesahnya kalau kami sudah bicara dari hati ke hati. Gimanapun juga, aku Ibunya yang sadar diri, gimanapun juga harus memberikan yang terbaik buat Alya.
Catatan buat Alya kalau Alya sudah besar.
Alya...
Alya boleh jadi kalau ngrengek ke Papa, karena Mama galak, Mama enggak dengerin apa kata Alya, Mama itu harus, pokoknya. Tapi Mama begini karena Mama mau Alya jadi anak yang perhatian dan tahu keadaan. Alya enggak melulu harus dapat yang Alya mau. Suatu saat nanti, Alya akan banyak ketemu sama pengalaman di luar sana yang lebih berbelit-belit, menyakitkan, atau justru membuat Alya kuat untuk jadi anak Papa Mama yang hebat.
Yang perlu Alya catat, Mama Papa sama-sama sayang sama Alya enggak pakai limit enggak pakai kecuali. Alya tetap anak kebanggaan kami dengan keunikan kamu sendiri. Suatu saat nanti kalau Alya baca ini, Mama Papa harap, Alya akan tersenyum-senyum sendiri, lebih mengingat tingkah Alya yang nyebelin tapi lucu, ketimbang sama aturan Papa Mama yang harus ini itu. Semoga Alya jadi anak yang baik, cerdas, dan bermanfaat bagi siapapun.
Mama sayang Alya.
0 komentar