TUMBANG
Lama enggak nongol di blog dan di media sosial, bukannya tanpa sebab. Selain karena banyaknya kerjaan dan aktivitas yang silih berganti, juga karena pada akhirnya kami tumbang bareng! Di awali dari Karya Wisata sekolahan Alya pada hari Kamis, 6 Februari. Ada dua obyek wisata yang disinggahi, satu Gembira Loka Zoo, satunya lagi Kids Fun. Yang ikut cuma aku sama Alya. Aman kok, walaupun harus jalan kaki lama dan panas-panasan. Nanti selengkapnya aku tulis di blog secara terpisah.
Lalu hari berikutnya, giliran kami bertiga harus ke Semarang, mau syukuran sekaligus meeting program rutin tiap bulan. Life was good, semua sehat wal alfiat sampai rumah. Tapi, ternyata, hari sabtunya, Alya malah main seharian di komplek. Jajan makanan kurang sehat. Dan hujan-hujanan! So, bisa ditebak, sudah kondisi capek, punya bronkitis, otomatis virus apapun gampang masuk. Demam-pun dimulai.
Tepatnya hari Minggu, 9 Februari. Aku ada arisan di komplek, sementara Suami lagi benerin sofa sama tukang. Suami sudah bilang kalau Alya mulai panas. Aku pikir karena kecapekan biasa. Ini panas demam gitu, bukan sama batuk. Nah, habis aku arisan, aku tawarin Alya mau les gambar atau enggak. Alya excited, dan les gambar sampai siang. Bisa ngikutin kayak biasanya sih, cuma ya sudah kelihatan lemas. Setelah itu aku ajak makan sop. Di tempat makan sop itulah, Alya muntah dan makin enggak enak badan. Kami enggak pikir panjang, langsung bungkus, dan pulang.
Sampai di rumah kami makan dan Alya aku beri paracetamol seperti biasa. Tiap beberapa jam suhu tubuhnya kami ukur, dan keningnya kami kompres pakai air hangat. Tapi panasnya masih saja stabil, antara 38-39 derajat Celcius, yang mana, ini adalah termasuk panas tinggi untuk ukuran anak. Kami beri booster vitamin, bikinin ginger beer atau disebut-sebut The Ultimate: jahe, serai, madu, jeruk nipis, kapulaga. Tapi panas Alya tidak kunjung reda.
Sampai hari Senin, 10 Februari, kami ukur panas Alya malah makin tinggi. 40 derajat celcius! Kami langsung lari ke Rumah Sakit detik itu juga.
Baca juga: Alya Panas Tinggi
Sebelumnya pernah pada posisi ini dan aku memilih RS Lestari karena aku anggap paling cepet dan termasuk dekat. Tapi kemarin ini, enggak tahu ya, aku kok milih RSUD Tidar Magelang. Antara takut sama Dokter Anak di Lestari yang galak, dan ngerasa kalau RSUD Tidar jauh lebih dekat. Ya sudah, kami masuk ke IGD.
DI IGD, Alya langsung diperiksa suhu tubuhnya, dibaringkan, lalu diinfus. Alya anteng banget, enggak ada berontak, Perawatnya saja sampai heran. Mungkin kalau sudah sakit begini, sudah terpojok dan gengsi gitu. Raut wajahnya masih ceria dan banyol kayak biasanya. Tapi, feeling-ku sudah enggak enak duluan, kayak pasti opnam. Dan benar saja, setelah Suami daftar dan ngurus kelengkapan di administrasi depan, kami sudah ditulis inden kamar. Asli, lemes! Pengen rasanya rawat jalan, karena di Rumah Sakit kami bukan yang ada di bangsal VIP, tapi ngikut kelas BPJS di bangsal anak. Yassalam.
Sore itu, Mama langsung datang buat gantiin Suami karena harus ambil baju dan perlengkapan. Baru malamnya, kami bertiga nginep bareng dan nganggep "ya sudah lah, anggap saja lagi camping". Mana Suami bawa perlengkapan sleeping bag, termos, pop mie segala dibelinya, Ya Allah...beneran kayak mau camping.
Hari kedua, aku sudah mulai lemas, badan capek, pusing, oleng, dan ikutan demam. Sempet eyang datang dan ngerokin punggungku, terus dikasih tolak angin dan obat macem-macem. Tapi mental semua. Nyaris enggak ada yang bikin keringetan alias demam tingginya mampet enggak bisa keluar. Oh iya, aku lupa cerita. Setiap siang, Mama/Eyang datang untuk bergantian sama Suami, karena Suami harus bolak-balik rumah dan RS, seperti nyuci pakaian kotor, beresin rumah, ambil barang ketinggalan, dan stock pakaian bersih harus banyak terutama buat Alya.
Nah, aku nih yang ada di RS terus, enggak kemana-mana. Mungkin ini yang bikin aku tumbang duluan, karena hari-hari ada di bangsal dan ngurusin Alya tanpa melakukan gerakan lain. Kalau di rumah kan biasanya aku sambil ngepel, bersih-bersih, berjemur, sedikit olahraga pagi di komplek, lha kalau di rumah sakit? I just can't. Aku cuma kepikiran Alya terus, tanpa sadar kalau yang jaga itu juga kudu memperhatikan kesehatan berikut konsumsi vitamin dan madu.
Aku tumbang dan dilarikan ke IGD malam-malam. Mama balik lagi ke RS dan nemenin Alya. Aku disuntik paracetamol dan vitamin biar badanku enggak ambruk. Tapi yah..ada saja masalahnya. Aku dapat 2 Mbak Koas untuk nyutik obatnya. Aku sih enggak mikir macem-macem, asal pasrah. Sampai tanganku disuntik dan dicari pembuluh darahnya ternyata enggak bisa. Cari pembuluh darah lain enggak bisa juga. Mereka bergantian sampai 3 kali enggak bisa semua karena pecah. Kata mereka pembuluh darahku kecil dan mudah rapuh. Mampus, tanganku kesakitan dan kayak njarem gitu. Oleh Suami langsung disuruh minum air putih. Dan akhirnya dipanggilin Perawat Senior, dan langsung bisa. Mau marah sih sama kedua Mbak Koas, tapi ya sudah lah ya, anggap saja ini buat belajar bersama. Lain kali jangan gitu ya Mbak! Bekasnya ungu lho ini.
Pagi harinya aku sudah enggak kuat karena menurutku kondisi bangsal itu pengap, memang rentan kena penyakit. Makanya aku langsung ke rumah eyang seharian penuh. Di sana aku dirawat eyang, dipanggilin tukang pijet, dan makan dengan teratur. Siang pas dipijet aku masih demam sih, malam juga masih anget. Tapi pagi berikutnya, aku sehat hat hat, dan siap rawat Alya lagi.
Ternyata di RS, Suami gantian sakit. Dia juga sempet dikerokin eyang, katanya sudah agak mendingan. Tapi batuknya makin jadi. Alya sama juga. Batuk bronkitisnya jadi kambuh. Tapi kalau bronkitis, kami bisa lah rawat jalan. Kalau di rumah, insyaallah lebih steril dan terjaga kebersihannya. Jadi, aku percaya diri bahwa hari itu, Alya bisa pulang.
Eeeeeh.... ternyata belum saudara-saudara! T.T
Dokter bilang Alya masih ngik-ngik dan batuknya makin jadi. Ya gimana enggak makin jadi wong di sana ada juga yang batuk. Seruangan jadi batuk semua. Yang awalnya cuma demam saja, malah berubah batuk. Bahkan pasien di kamar depan itu sekarang berubah jadi diare. T.T Aku enggak mau dan hampir ngamuk sih. Pengen pindah ruangan, tapi inden. Jadi, aku terpojok. Mau enggak mau extend sehari lagi dan aku ngerasa sakit lagi. Huff..memang bener ya, segala sumber dari pikiran. Kalau pikiran tenang, badan kita tergerak senang dan terima apapun juga. Lha ini, aku semacam enggak ikhlas gitu.
Alya pula. Sudah menunjukkan tanda males, linglung, marah, ngambek, sama Dokter saja berani. Dia cuma mau pulang. Aku enggak bohong, tatapan mata Alya kosong. Bicaranya sedikit banget. Kami sebagai orang tuanya khawatir dia depresi. Makanya, hari kelima di RS, aku memberanikan diri bilang ke Dokter, "Dok.. sudah boleh pulang ya?"
Walaupun masih ngik-ngik, Alya akhirnya diperbolehkan pulang. Wuiih legaaa!!!
Alya masih mendapat obat-obatan seperti Lasal untuk asma, Cetrizine untuk alergi, ventolin untuk nebulizer, antibiotik, dan obat batuk. Kami di rumah kebetulan sudah punya alat nebulizer sendiri, jadi ya bisa ditangani sendiri.
Sampai rumah, eh beneran dong, aku dan Suami berkurang batuk dan demamnya. Malah masih bisa bersih-bersih, ngepel, nyuci, masak, pokoknya kayak sudah sehat gitu. Tapi masih lemas, masih harus minum obat. Jadi capeknya kudu diminimalisir dulu, enggak boleh diforsir.
Yang jadi perhatian masih Alya, dia masih linglung dan belum banyak ngomong. Ada ketakutan dosisnya ketinggian. Seperti Ventolin dan Lasal itu sama-sama golongan Salbutamol untuk asma. Jadi pelan-pelan aku kurangin nebulizernya. Terus aku selang-seling sama kencur + madu untuk pengobatan alternatifnya.
Semalam sebelum nulis ini, Alya sudah lumayan mau ngomong dan becanda. Ada ketawanya, ada ceritanya, ada pelukannya yang dia bilang, "kangen peluk mama".
Semoga Alya makin sehat ya. Makin kuat, makin pintar, dan makin dewasa. Aku juga masih harus lanjut minum obat batuk karena tipe batukku sama kayak Alya, ada ngik-ngik dan kayak ada lendir di dalam dada.
Teman-teman, doain yang terbaik untuk kami ya. Semoga kalian juga selalu sehat dan kuat menghadapi hari demi hari. Aaamiiiin.
Sore itu, Mama langsung datang buat gantiin Suami karena harus ambil baju dan perlengkapan. Baru malamnya, kami bertiga nginep bareng dan nganggep "ya sudah lah, anggap saja lagi camping". Mana Suami bawa perlengkapan sleeping bag, termos, pop mie segala dibelinya, Ya Allah...beneran kayak mau camping.
Hari kedua, aku sudah mulai lemas, badan capek, pusing, oleng, dan ikutan demam. Sempet eyang datang dan ngerokin punggungku, terus dikasih tolak angin dan obat macem-macem. Tapi mental semua. Nyaris enggak ada yang bikin keringetan alias demam tingginya mampet enggak bisa keluar. Oh iya, aku lupa cerita. Setiap siang, Mama/Eyang datang untuk bergantian sama Suami, karena Suami harus bolak-balik rumah dan RS, seperti nyuci pakaian kotor, beresin rumah, ambil barang ketinggalan, dan stock pakaian bersih harus banyak terutama buat Alya.
Nah, aku nih yang ada di RS terus, enggak kemana-mana. Mungkin ini yang bikin aku tumbang duluan, karena hari-hari ada di bangsal dan ngurusin Alya tanpa melakukan gerakan lain. Kalau di rumah kan biasanya aku sambil ngepel, bersih-bersih, berjemur, sedikit olahraga pagi di komplek, lha kalau di rumah sakit? I just can't. Aku cuma kepikiran Alya terus, tanpa sadar kalau yang jaga itu juga kudu memperhatikan kesehatan berikut konsumsi vitamin dan madu.
Aku tumbang dan dilarikan ke IGD malam-malam. Mama balik lagi ke RS dan nemenin Alya. Aku disuntik paracetamol dan vitamin biar badanku enggak ambruk. Tapi yah..ada saja masalahnya. Aku dapat 2 Mbak Koas untuk nyutik obatnya. Aku sih enggak mikir macem-macem, asal pasrah. Sampai tanganku disuntik dan dicari pembuluh darahnya ternyata enggak bisa. Cari pembuluh darah lain enggak bisa juga. Mereka bergantian sampai 3 kali enggak bisa semua karena pecah. Kata mereka pembuluh darahku kecil dan mudah rapuh. Mampus, tanganku kesakitan dan kayak njarem gitu. Oleh Suami langsung disuruh minum air putih. Dan akhirnya dipanggilin Perawat Senior, dan langsung bisa. Mau marah sih sama kedua Mbak Koas, tapi ya sudah lah ya, anggap saja ini buat belajar bersama. Lain kali jangan gitu ya Mbak! Bekasnya ungu lho ini.
Pagi harinya aku sudah enggak kuat karena menurutku kondisi bangsal itu pengap, memang rentan kena penyakit. Makanya aku langsung ke rumah eyang seharian penuh. Di sana aku dirawat eyang, dipanggilin tukang pijet, dan makan dengan teratur. Siang pas dipijet aku masih demam sih, malam juga masih anget. Tapi pagi berikutnya, aku sehat hat hat, dan siap rawat Alya lagi.
Ternyata di RS, Suami gantian sakit. Dia juga sempet dikerokin eyang, katanya sudah agak mendingan. Tapi batuknya makin jadi. Alya sama juga. Batuk bronkitisnya jadi kambuh. Tapi kalau bronkitis, kami bisa lah rawat jalan. Kalau di rumah, insyaallah lebih steril dan terjaga kebersihannya. Jadi, aku percaya diri bahwa hari itu, Alya bisa pulang.
Eeeeeh.... ternyata belum saudara-saudara! T.T
Dokter bilang Alya masih ngik-ngik dan batuknya makin jadi. Ya gimana enggak makin jadi wong di sana ada juga yang batuk. Seruangan jadi batuk semua. Yang awalnya cuma demam saja, malah berubah batuk. Bahkan pasien di kamar depan itu sekarang berubah jadi diare. T.T Aku enggak mau dan hampir ngamuk sih. Pengen pindah ruangan, tapi inden. Jadi, aku terpojok. Mau enggak mau extend sehari lagi dan aku ngerasa sakit lagi. Huff..memang bener ya, segala sumber dari pikiran. Kalau pikiran tenang, badan kita tergerak senang dan terima apapun juga. Lha ini, aku semacam enggak ikhlas gitu.
Alya pula. Sudah menunjukkan tanda males, linglung, marah, ngambek, sama Dokter saja berani. Dia cuma mau pulang. Aku enggak bohong, tatapan mata Alya kosong. Bicaranya sedikit banget. Kami sebagai orang tuanya khawatir dia depresi. Makanya, hari kelima di RS, aku memberanikan diri bilang ke Dokter, "Dok.. sudah boleh pulang ya?"
Walaupun masih ngik-ngik, Alya akhirnya diperbolehkan pulang. Wuiih legaaa!!!
Alya masih mendapat obat-obatan seperti Lasal untuk asma, Cetrizine untuk alergi, ventolin untuk nebulizer, antibiotik, dan obat batuk. Kami di rumah kebetulan sudah punya alat nebulizer sendiri, jadi ya bisa ditangani sendiri.
Sampai rumah, eh beneran dong, aku dan Suami berkurang batuk dan demamnya. Malah masih bisa bersih-bersih, ngepel, nyuci, masak, pokoknya kayak sudah sehat gitu. Tapi masih lemas, masih harus minum obat. Jadi capeknya kudu diminimalisir dulu, enggak boleh diforsir.
Yang jadi perhatian masih Alya, dia masih linglung dan belum banyak ngomong. Ada ketakutan dosisnya ketinggian. Seperti Ventolin dan Lasal itu sama-sama golongan Salbutamol untuk asma. Jadi pelan-pelan aku kurangin nebulizernya. Terus aku selang-seling sama kencur + madu untuk pengobatan alternatifnya.
Semalam sebelum nulis ini, Alya sudah lumayan mau ngomong dan becanda. Ada ketawanya, ada ceritanya, ada pelukannya yang dia bilang, "kangen peluk mama".
Semoga Alya makin sehat ya. Makin kuat, makin pintar, dan makin dewasa. Aku juga masih harus lanjut minum obat batuk karena tipe batukku sama kayak Alya, ada ngik-ngik dan kayak ada lendir di dalam dada.
Teman-teman, doain yang terbaik untuk kami ya. Semoga kalian juga selalu sehat dan kuat menghadapi hari demi hari. Aaamiiiin.
0 komentar