MAU DILIRIK SEBUAH BRAND BEAUTY? YUK SIMAK ULASANNYA!
Sebagai seorang blogger, tentu saja kita punya niche dan konsen khusus yang sesuai karakter kita. Kalau aku, nichenya jelas lifestyle. Fokus utamanya adalah seorang ibu satu anak yang tetep demen dandan. Jadi bisa dibilang aku sudah merambah ke beauty blogger dan ikutan komunitas sebagai pendukungnya. Sudah hampir 5 tahun nulis blog, rasanya enggak mungkin kan kalau aku enggak pengen digaet brand buat kerja sama? Lagian siapa sih yang enggak mupeng sama produk-produk kecantikan yang berinovasi tiada habisnya? Yang lain bisa kok aku gini-gini saja? Apa jangan-jangan blogger sudah redup auranya dan digantikan dengan youtuber?
Kali ini Beautiesquad ngadain event online bertajuk: WHAT DOES BEAUTY BRAND EXPECT WHEN HIRING A BLOGGER dan menggandeng Erny Kurnia sebagai pematerinya. Segala pertanyaan sudah terjawab dengan keren dan cadas!
TUJUAN BRAND KERJASAMA DENGAN BLOGGER
Ada beberapa goals sebuah brand mengajak kerjasama dengan blogger. Beberapa di antaranya untuk:
1. Meningkatkan backlink ke official website brand yang efeknya akan membantu untuk
mendapatkan lalu lintas rujukan dan juga membantu dalam meningkatkan Domain Authority
( DA ) dari website brand. Peningkatan DA dan PA di website brand akan mempengaruhi brand
value untuk brand itu sendiri dalam jangka Panjang.
2. Meningkatkan SEO brand di mesin pencari google.
3. Meningkatkan awareness tentang brand dan produk tertentu yang sedang mereka
promosikan.
4. Memberikan banyak opsi review ke calon customer sehingga secara tidak langsung
menunjukkan gimana cara kerja produk di berbagai jenis kulit.
Maka dari itu, ada durasi masa
pakai skincare mulai dari 2 minggu hingga 4 minggu. Karena idealnya hasil akan nyata terlihat
setelah 4 minggu pemakaian.
Efek jangka panjangnya akan membantu brand meningkatkan brand value.
Untuk mencapai goals tersebut saat bekerja sama dengan blogger, tentu brand jadi punya kriteria
khusus.
APA KRITERIA BRAND SAAT MENGAJAK KERJASAMA DENGAN BLOGGER?
Setiap brand mempunyai kriteria yang berbeda. Tapi sejauh ini, dari dua
brand beauty yang pernah Erny handle, ada beberapa kriteria khusus seperti:
1. Blogger harus punya platform TLD dan DA/PA yang oke.
At least 12/20. Kenapa DA/PA
penting? Karena percuma kalau kita kerjasama dengan blog non-TLD dan juga DA/PA rendah.
Secara simple-nya tujuan brand untuk ningkatin SEO hingga DA website brand akan susah
tercapai karena umumnya blog non-TLD tidak terindeks oleh google sebagus blog TLD. Begitu
pula bila DA/PA-nya rendah.
2. Personal branding si blogger.
Oleh karena itu, seorang blogger harus punya personal branding
yang kuat. Apa yang dia tampilkan di blog dan social media sebaiknya selaras.
Karena brand beauty yang Erny handle sangat mengutamakan keamanan produk dan ingin
mengedukasi calon customer, maka blogger yang diajak kerjasama pun harus tidak pernah
membahas produk abal-abal. Abal-abal ini bukan hanya sekadar untuk beauty product saja,
tapi juga tidak menggunakan barang-barang KW lainnya (fashion, sepatu, dll).
Jadi memang soal personal branding blogger ini sangat diperhatikan. walaupun kembali lagi,
setiap brand biasanya punya kriteria berbeda. Kalau kita amati, brand The Body Shop
misalnya. Mereka tidak mengajak kerjasama blogger atau vlogger di level micro dan masif.
Karena kriteria yang mereka pakai itu, ambassador ya harus TOP KOL, Skincare guru, atau TBS
Beauty Bae untuk micronya. Tapi, bila kita amati siapapun yang diajak kerjasama punya
personal branding yang kelihatan jelas nggak ya sudah asal saja gitu.
3. Apakah harus blogger yang cantik dan putih?
Tentu jawabannya tidak. Tapi bisa jadi beda
brand beda spesifikasi. Kalau di brand yang saya handle, kami mengutamakan blogger harus
bisa sharing knowledge tentang produk kami dengan clear ke pembaca. Tentunya dengan
menambahkan experience selama pemakaian produk juga.
4. Blogger harus menyertakan visual yang representatif dan clear (kualitas bagus) sebagai
pendukung tulisan. Oleh karena itu, tema blog pun menjadi pertimbangan brand karena brand
biasanya menyasar kelas tertentu sebagai target marketnya.
Apakah blogger harus kuat di social media untuk diajak kerjasama oleh brand?
Kuat secara branding, tapi tidak harus selebgram. Karena goalsnya nanti akan berbeda lagi.
Untuk itu,
blogger sebaiknya juga menggarap social media-nya dengan serius dan mempertajam personal
branding-nya.
Jadi sebagai blogger juga kita punya banyak chance untuk ketemu sama brand di
berbagai platform. Dan keaktifanmu tersebut akan membuat brand ngeh atau bisa jadi kamu malah
jadi top of mind.
Selain itu, melihat tren beberapa waktu terakhir blogger sepertinya kalah pamor dengan vlogger.
APAKAH TREN BRAND NGAJAKIN KERJASAMA DENGAN BLOGGER AKAN MATI SEIRING TUMBUHNYA VLOGGER?
Tidak.
Karena beda platform tentu beda tujuan dan
potensial customer itu jenisnya macem-macem sehingga tidak pernah menutup kemungkinan kalau
blogger akan tidak dibutuhkan karena adanya vlogger. Maka dari itu, blogger tetap dibutuhkan. Hanya
saja, kembali lagi ke brand-nya. Erny mengakui kalau nggak semua PIC yang handle kerjasama
dengan blogger itu benar-benar paham apa yang brand butuhkan. Dalam kasus saya sendiri, pernah
suatu ketika ada yang tanya dari internal kenapa sih masih pakai blogger, kan tren udah ke ranah lain?
Iya, mungkin tren ke ranah lain, tapi kembali lagi ke poin awal yang saya sampaikan tadi.
Ada goals
untuk nguatin brand value di halaman google. dan enggak jarang, efeknya itu jangka panjang. Karena
banyak menghiasi halaman search engine, eh jadi ada klien untuk jadi partner jualan kami. Jadikan kan
nggak cuma dari SEO menguntungkannya, tapi juga dari sisi brand awareness, brand value, bahkan ke
tingkat sales.
EKSPEKTASI BRAND SAAT KERJASAMA DENGAN BLOGGER
1. Blogger bisa menjadi ambassador dari brand untuk menyampaikan informasi terkait produk
yang disepakati. Bila ranahnya makeup, maka lewat tulisannya bisa mengemukakan review
secara clear meliputi deskripsi produk, ingredients, feel saat digunakan, hingga plus minusnya.
(Walaupun nggak semua brand bersedia bila ada poin minus disampaikan.) Sedangkan untuk
skincare, bisa memberikan penjelasan detil tentang produk terutama bila digunakan pada
kondisi kulit seperti blogger terkait. Itulah kenapa unsur personal itu penting banget
dimasukkan dalam review.
2. Terjalin simbiosis mutualisme karena baik brand dan blogger sama-sama punya kepentingan
di sini, sehingga harapannya bisa bekerjasama dengan sama-sama profesional.
3. Membantu brand meningkatkan brand value dan branding position. Berkaitan dengan
branding position, ini erat juga kaitannya dengan personal branding dari blogger atau ini
mengacu ke kriterian blogger yang diajak kerjasama.
TANGGAPAN BRAND SOAL FOLLOWERS PALSU SEORANG NANO KOL
Itu sebenernya kembali ke team yang handle. Banyak PIC
itu kadang nggak paham hal seperti itu. Jadi memang menentukan juga kualitas PIC dari brand ahensi
dengan cara kerjanya. Kalau kami selama ini melakukan pengecekan. Kebetulan di kantor Erny ada
influencer marketing. Salah satu tugasnya itu memang untuk cari potensial blogger or nano KOL. Harus
research.
Sejujurnya, team Erny pun pernah ngalamin kecolongan. Ini bukan tentang followers beli,
tapi udah research eh pas diajak kerjasama kualitas kontennya fail. Ibaratnya blogger mesti review
deodoran wangi mawar, tapi properti fotonya itu deodoran dan bawang. kan enggak relate ya. Kalau
soal followers beli apa nggak, itu kelihatan banget sebenernya dari segi perfoma kontennya dan
engagement saling komen sama temen juga kelihatan. Jadi kalau bisa sih jangan sering-sering POD, karena lama-lama performanya seperti enggak asli.
NEGOSIASI ANTARA BLOGGER DENGAN BRAND
Jika blogger menemukan ketidakcocokan pada suatu produk yang brand kirimkan, bukan berarti produk tersebut jelek. Kekurangan pada suatu produk itu hal yang wajar, dan ketidakcocokan itu manusiawi. Kaya misalnya kita suka makan pare yang pahit, tapi orang lain belum tentu suka
padahal pare banyak gizinya. Ya bukan karena parenya yang jelek, tapi memang enggak masuk saja di mereka.
So, kalau ada script bahasa yang panjang dan harus mention puji-pujian kok secara nurani juga kurang
sampai?
Jalan keluarnya adalah:
Komunikasikan saja dengan pihak brand. Beberapa
KOL yang jadi partner kami ada yang begitu. Nyoba produk nggak cocok, nah biasanya mereka
konsultasi dengan orang yang handle untuk cari jalan keluar cara nyampeinnya gimana. Lalu apakah nanti
akan kapok? Itu kembali lagi tergantung brand-nya ada yang kapok ada yang nggak.
Kalau brand yang Erny handle kebetulan nggak. Bahkan pernah ada kasus blogger bener2 enggak cocok, kami bayar di muka. dan dia sudah jadi tulisan. Tapi setelah nego ternyata isinya full tentang ketidakcocokan (blogger enggak bisa nyampein tentang solusi kalau nggak cocok gimana, atau ngakalin gimana) di titik ini as brand
diskusi, apakah akan jadi hate speech orang nangkepnya atau gimana. akhirnya karena tulisan 2
halaman bener2 nggak cocok soal produknya jadilah kami meminta untuk tak perlu post, tapi uang enggak usah dikembalikan. Ini wujud permohonan maaf karena kami memang enggak bisa menjamin semua
produk cocok di kulit partner. Dan beberapa waktu kemudian kami masih kerjasama untuk produk
lain.
Kalau soal membandingkan enggak ada masalah. Tapi ya itu kembali ke kebijakan brand-nya. Dan
dari sisi blogger bisa menyampaikan perbandingan itu dengan reason yang jelas. Jangan cuma produk
A buagus banget pokoknya dibanding B.
KERJASAMA LONGTERM
Jika kerjasama dengan brand sudah selesai, seorang blogger tentunya pengen dong diajak kerjasama lagi. Nah, berikut adalah insight dari Erny yang bisa kita jadiin sikap sebagai seorang beauty blogger:
Yang dinilai ada macem-macem ya. Kalau Erny dan team sendiri terkait pageview dinilai, tapi nggak
utama. Karena riset kami nunjukin kalau pageview blog itu biasanya bagus setelah tulisan
terindex 3 bulanan. Sementara untuk collect data pertiga bulan baru dievaluasi itu cukup
menyita waktu.
Jadi biasanya ada beberapa aspek yang langsung kelihatan:
a. Cara penulisan. Ini sangat menentukan. Paham enggak sih dengan penulisan kalimat yang
efektif. Biasanya kalau sekali kerjasama dan hasil tulisannya terlalu muter-muter, maka Erny dan team enggak pake lagi. Khawatirnya message yang ingin disampaikan jadi blunder krn penulisan
yang misal 1 kalimat sampe 3 baris. So. penggunaan tanda baca sangat penting.
b. Foto pendukung. Visual ini penting banget. Enggak masalah devicenya apa, tapi kalau
kerjasama berbayar maka kualitas harus setara misalnya visualnya HD dan clear. Kalau
brand lipstik misalnya, please jangan males swatch di bibir. Karena kalau di tangan aja
itu nggal representatif. Kalau ga mau di bibir karena brand enggak mau bayar kemahalan, so
negosiasikan aja. Kalau enggak sesuai, ya belum jodoh.
c. Blogger beneran cocok atau hanya mention cocok, tapi habis itu di-preloved? Jadi ga
masalah sebenernya misal temen2 dapet PR gift lalu mau di-preloved, tapi at least tunggu
dl sekitar 3 bulanan. Karena dengan menjual PR gift sebelum 3 bulan itu kesannya kemarin
bilang oke, kok dijual gini ya? Kecuali kamu memang punya produk double.
d. Saling profesional saja dari awal hingga after kerjasama. Jadi saya pernah ada kasus
nego dgn blogger. Kita nego harga. Blogger oke nih, eh ternyata dia oke di email terus di
alter account-nya di twitter bahas dengan hate speech kok ngepasin saja ada team yang patroli
lihat. So, kalau ada uneg2 selama kerjasama emang baiknya di-share saja. Cuma, Erny mengakui enggak semua brand bisa diajak komunikasi begini.
RATE CARD SEORANG BLOGGER
Bagaimana brand menilai rate card dari seorang blogger? Apakah RC blogger ini kemahalan,
murah, atau ideal dengan budget brand?
a. Dilihat media kitnya gimana performa channelnya.
b. Kualitas kontennya. Worth it ga sih dengan bayaran sekian (meliputi cara menulis dan
visual).
c. Dilihat dari brief brand.
d. Personal branding.
PENGARUH INSTAGRAM SEORANG BLOGGER TERHADAP PENILAIAN BRAND
Semua kembali lagi ke PIC brand. Apakah dia memahami ranah dan goals yang ingin
dia capai. Kadang, di lapangan PIC tidak paham sampai di titik itu. Jadi blur... Karena enggak clear
memahami goals-nya. Kalau sudah paham goals, ya harusnya didahulukan yg blogger ya. Karena kan
kerjasama untuk awareness di Instagram bisa tanpa blog.
Kedua, brand beauty memang nggak cuma kerjasama dgn beauty blogger or ceator juga.
Misalnya di brand yang Erny handle, kerjasama dengan travel blogger juga karena ada goals menekankan
pentingnya skincare saat traveling misalnya dan mau ekspansi target market.
So, penyebabnya memang kompleks. Tapi sejauh pengamatan dan pengalaman Erny yang pernah
recruitment team, memang di awal PIC itu belum paham. Parahnya kadang dari brand-nya juga ga
clear ngarahinnya.
Kalo instagram misal goals-nya mau ningkatin profile visit brand, mau promosi produk ke warga Instagram yang sifatnya cepat (diskon sekian persen dalam 2 hari swipe up). Kalau blog, tentu enggak bisa pake tujuan itu.
Kayak kerjasama. Instagram tapi mau dapetin backlink website ya enggak bisa. Jadi pertimbangannya ya goals tadi. Tapi PIC harus clear dan paham dulu goalsnya apa.
KESIMPULAN:
1. Setiap beauty brand punya kriteria tertentu saat hire blogger.
2. Pemilihan blogger juga didasarkan pada goals brand serta positioning si blogger sendiri.
3. Social media blogger penting, tapi bukan berarti harus beli follower. Yang utama kualitas karakter,
bukan jumlah follower.
4. Era blogger belum punah, masih tetap dibutuhkan meskipun saat ini trennya bergeser ke ranah lain.
5. Ekspektasi dari brand saat hire blogger antara lain: blogger bisa menjadi kepanjangan tangan dari
brand untuk menyampaikan produk, terjadi simbiosis mutualisme, serta membantu brand
meningkatkan brand value.
Lengkap dan cukup dipahami kan? Jadi yuk kita praktekkin ilmu yang sudah didapat ini. PR terbesarku masih karakter nih, karena jujur saja, sekarang aku jadi jarang ngeblog dan bersosial media. Masih kebingungan ngatur jadwal euy wkwk (ALESAN!)
Buat kalian yang pengen ikutan Ngopi Cantik barengan Beautiesquad, pantengin saja terus media sosialnya, karena di situ ada banyak info seru. Ngopi Cantik kayak gini dilakukan online via whatsapp grup. Jadi, kalian tetap bisa #dirumahaja tapi tetap banyak wawasan lewat berbagai cara. Sampai jumpa lagi ya!
0 komentar