RAMADAN FASTING DURING PANDEMIC
Enggak nyangka sudah 2 moment Ramadan kita dihadapkan dengan pandemi. Rasanya bener-bener campur aduk, apalagi ngerti angka pasien Covid-19 justru naik apalagi ketika musim libur tiba. Semua orang yang beradaptasi ini kadang terkesan nyepelein dan enggak taat aturan. Aku beberapa kali liburan sih, tapi kalau holiday season atau pas peak season, aku mending di rumah aja. Tahu diri lah, aku punya orang tua yang sudah cerai dan masing-masing harus dijaga. Meski udah pernah kena Covid-19, tapi paling enggak aku udah memutus mata rantainya dengan tidak menyebarkannya. Alias begitu tahu aku positif, aku diam di rumah, isolasi mandiri, announced ke semua orang, lapor ke Puskemas dan Satgas setempat dan bikin semua serba terbuka. Alya juga aku ungsikan ke rumah Mama, supaya enggak tertular. Memang, aku dan suami cuma kena biasa-biasa aja, tapi kan beda orang beda gejala.
Jadi, aku makin hari makin menaati protkes + menghindari kerumunan. Kalau ada yang bilang kami lebay, ya kamu enggak tahu aja rasanya kena covid gimana. Stress dan kepikiran karena enggak bisa ngapa-ngapain. Itu aja aku di rumah loh, bareng sama suami loh, gimana yang di rumah sakit sendirian. Meanwhile yang bilang kami kok berani-beraninya keluar rumah lagi, nongkrong makan di luar, atau ketemu temen, ya asal kalian tahu sih, aku melihat sikon.
Pertama, aku keluar rumah kalau bener-bener perlu. Wong enggak usah pandemi wes, aku kan sehari-hari emang kerja remote. Ngapain dari dulu aku memutuskan kerja remote, kalau enggak karena pengen kerja di rumah aja bareng anak dan suami.
Kedua, aku nongkrong seringnya cuma bertiga sama Alya dan suami. Pesen tempat, ambil jam sepi, dan enggak lama-lama. Beberapa cafe yang kami kunjungi kebanyakan juga di Magelang aja. Kalau pun di Semarang, prefer makan di mobil atau di tempat saudara. Aku kalau keluar kota emang bener-bener pas butuh aja sih. Kalau pas enggak butuh, atau bisa dinego biar bisa dikerjakan di rumah, ya di rumah aja ngapain jauh-jauh keluar kota.
Ketiga, ketemu temen. Guys, kerjaanku berhubungan dengan banyak orang. Ada beberapa hal yang enggak bisa aku jelasin secara online, which means harus ketemuan. Bahas shot, bahas rekomendasi, tanda tangan, sampai syuting. Protkesnya gimana? Aku pribadi masih sama ketatnya sist. Selalu pakai masker. Pakai hand sanitizer. Jaga jarak, dan enggak share makanan minuman sama lainnya.
Pada intinya, saat ini aku lakukan hal-hal secara nyaman. Misal enggak enak hati dan setengah-setengah mendingan aku tolak sekalian. Terutama pas Ramadan ini.
Setelah kejadian kami kehilangan 2 sepupu dalam jangka waktu seminggu ini, kami sekeluarga makin paham, covid ini bukan cuma soal jalin silaturahmi dan tatap muka begitu aja. Ada hal-hal yang lebih penting yang harus kita jaga. Kita enggak bisa tatap muka bukan berarti kita enggak dekat satu sama lainnya. Kita justru saling jaga diri, jaga kesehatan karena itu yang terpenting. Makanya kalau ada yang nanya apakah kami enggak kangen sama keluarga? Mama Papa? Atau Eyang-eyang? Tentunya kangen! Banget! Tapi beberapa orang masih sanksi atas alasan kami. Beberapa nganggep lebay dan mikir covid itu bukan something. Ya gimana ya, seharusnya orang kalau maksa harus berpikir sama, apakah dia juga mau ikut sama dengan pemikiran orang lain yang enggak sepemikirannya? Gimana kalau dibalik? Apakah mereka juga bisa menerima pemikiran kita? Sedih sih, ternyata doa dan perjuangan untuk membahagiakan orang tua belum dinilai apa-apa ketimbang kedatangan kami yang sebenar-benarnya.
Kami paham kok, we are still far from making our family happy. Bukannya kami enggak berusaha, tapi kadang orang cenderung enggak mau tahu prosesnya, pokoknya lihat hasil aja. Kami pun enggak mau pulang mudik tapi bawa virus. Kami enggak mau pulang mudik dengan berbagai hutang. Kami enggak mau pulang mudik dengan keadaan yang enggak nyaman.
Jadi, ramadan ini aku dan suami sepakat memperbanyak kegiatan, ibadah, dan memikirkan hal-hal yang harus dipikirkan. Misalnya dari pagi abis sahur, kita sholat, tadaruz, terus tidur lagi sampai jam 7. Nanti bangun langsung nyapu ngepel sambil nyuci, dan beres-beres rumah sampai jam 10-an. Kadang-kadang kami juga menyortir barang-barang yang udah enggak kami pakai lagi. Yang masih bagus kami sisihkan untuk yang membutuhkan, yang udah jelek kami buang, atau beberapa di-recycle untuk jadi sesuatu yang baru. Alya sendiri udah berhasil nyisihin mainan dan pakaian-pakaian bekasnya. Dia udah mau legowo menyortir tumpukan barangnya yang ternyata paling banyak mengisi rumah. Awalnya sih agak berat karena dia selalu beranggapan semua yang Ia dapatkan selama ini sangat berharga sehingga sayang untuk dibuang. Tapi aku jelaskan konsep rumah minimalis yang rapi, yang memiliki sesuai kebutuhan. Dia seneng banget tuh kalau stay cation di hotel, jadi aku umpamain aja, kenapa kita seneng tinggal di hotel, ya pasti salah satunya karena rapi, longgar, dan minimalis. Toh kita bisa menerapkan ini di rumah kita sendiri. Sejak saat itu Alya jadi paham dan ikutan rapiin barang ketika sudah kelar bermain. Kabar baiknya lagi, ramadan ini rumah kami semacam lebih longgar dan rapi.
Kembali ke activity, dari jam 10 sampai jam 12, kami kerja. Alya kadang main in line skate sendiri di lapangan samping rumah atau main sama temen. Nanti jam 12 Alya makan karena puasa bedhug, lalu kami sholat dan ngaji dikit-dikit. Oh iya, Alya sempet kok puasa hari, tapi baru 1 hari aja berhasil, ternyata dia mengalami panas dalam sampai batuk dan hingga saat ini belum sembuh. Beberapa hari lalu udah kami bawa ke dokter sih, karena anaknya emang aktif dan enggak mau istirahat, jadi ya batuknya lama. Sekarang udah mendingan, tapi dalam masa pemulihan. Ya semoga dia bisa belajar dari puasanya kali ini. Niatnya puasa hari setiap hari sampai lebaran tiba, tapi kok enggak kuat juga.
Selanjutnya dari jam 1 sampai jam 3 atau 4 an kami kerja lagi. Ini Alya kadang tidur, kadang main lagi. Misalnya main HP, bikin prakarya sendiri, atau main bareng temen. FYI, aku dalam sehari bisa nulis beribu kata mulai dari blog post, skenario, dan beberapa program TV lainnya. Karena aku sekarang udah kerja jadi pegawai tetap dan masih mengerjakan beberapa project freelance (tapi tentu prioritasnya kerjaan utama dulu). Jadi yah, lumayan lah ya, pikiran dan energi bisa bener-bener kekuras. Nah, kalau udah kekuras biasanya kita enggak sempet mikirin hal yang enggak perlu.
Setelah itu, dari jam 4 sampai sebelum magrib, kami cari takjil atau memasak sendiri. Seringnya kalau takjil beli, baru kalau masak buat hidangan makan malam. Makan malam pun pasti abis jam 7, abis isya karena begah kalau baru buka langsung makan. Nah, karena sekarang udah ada oven, kami udah mulai bikin-bikin kue yang asik dan sesuai dengan selera kami. Belum expert lah ya, masih dalam proses belajar. Tapi beneran loh, jadwal yang padet gini bikin aku semangat dan malah lebih giat enggak ngantuk-ngantukan lagi.
Kami tuh kalau buka bareng bertiga gitu, bener-bener ngerasa hal tersebut istimewa. Setelah seharian kerja dan aktivitas sendiri-sendiri meski 1 atap, tapi moment berbuka adalah moment di mana kami bisa bercanda tawa dan ngobrol bareng. Alya paling seneng kayak gini, kadang sambil nonton TV lucu-lucu dan bahas bersama. Ngomentari rasa masakan ala ala food vlogger karena kami itu saking menghargai makanan. Bebas lah, yang dinilai makanan sendiri, misal ada yang kurang kan bisa kita perbaiki.
Nah, abis buko, kami sholat magrib, dan nunggu isya. Nanti isya aku tadaruz agak banyak. Misal enggak ada kerjaan, aku bisa lebih banyak lagi, tapi kalau misal masih ada kerjaan aku stop dulu, baru lanjut makan malam. Baru habis makan malam aku kerja lagi sambil ngopi tipis-tipis, dan ya, bikin aku melek sampai tengah malam haha. Masih susah ini menghindari begadang.
Dah lah, yang penting kalau pikiran dan energiku ini tersalurkan, paling enggak aku ngerasa bermanfaat. Karena bagiku, menghargai waktu itu paling utama dalam kehidupan. Kalau aku malas-malasan, atau aku terpuruk dalam kesedihan dan bikin berlarut-larut, sama aja toh detik jam terus berputar. Kan Life won't wait, aku enggak mau menyesal karena udah membuang waktu dan menyia-nyiakan kesempatan di depan mata yang sudah Allah siratkan. Aku maunya produktif sampai kapan pun, sampai tua, bahkan di sisa umurku...
Semoga Allah memberikan umur panjang, masih banyak hal-hal yang ingin aku lakukan...
#BloggerPerempuan
#BPN30dayRamadanBlogChallenge2021
#day 20
0 komentar